Minggu, 03 September 2017

Patofisiologi Gagal Jantung Kronik

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Patofisiologi_gagal_jantung_kronik


Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak napas (dispneu) dari mudah lelah (fatigue) yang dihubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur dari jantung yang menggangu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi. Gagal jantung umumnya didapatkan pada populasi usia tua, serta pada orang-orang yang selamat dari infrak miokard dengan kerusakan otot jantung persisten. Entitas gagal jantung mudah sekali diketahui oleh dokter yang berpengalaman, dapat ditemukan di komunitas masyarakat dan pengobatan yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Walaupun biomelekuler dan fisiologi yang terintergrasi dengan gagal jantung masih belum dapat dipahami, beberapa konsep dan prinsip patofiologi telah berkembang dalam satu dekade terakhir ini. Kunci utama gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai pompa. Respon-respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi kemudian akan menjadi maladaptif dan menjadi gagal jantung kronis. Respon-respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal maupun otot jantung. Perubahan ini mengakibatkan timbulnya sindrom klinis gagal jantung. Pemahaman bagaimana perubahan ini terjadi menghasilkan pandangan dalam patofisiologi gagal jantung.

Epidemiologi

Prevalensi gagal jantung kronik diprediksi akan makin meningkat seiring dengan meningkatnya penyakit hipertensi, diabetes melitus dan iskemi terutama pada populasi usia lanjut. Semakin tua dan berhasilnya pengobatan infrak miokard akut suatu populasi maka prevalensi gagal jantung makin meningkat. Peristiwa penyakit gagal jantung makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia harapan hisup penduduk. Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Kasus ini meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85 tahun ke atas.
Saat ini diperkirakan 5 juta penduduk Amerika Serikat menderita gagal jantung, dengan 550.000 jumlah kasus baru terdiagnosisi setiap tahunnya. Disamping itu gagal jantung kronis juga menjadi penyebab 330.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 34 miliar USD dibutuhkan setiap tahunnya untuk perawatan medis penderita gagal jantung kronis. Bahkan di Eropa diperkrakan membutuhkan sekitar 1% dari seluruh anggaran belanja kesehatan masyarakat. Prevalensi penyakit ini meningkat sesuai dengan usia berkisar dari <1% pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia antara 50 dan 70 tahun dan 10% pada usia lebih dari 70tahun

Etiologi

Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama, yaitu:
  1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infrak miokard, kontraksi yang tidak terokoordinasi (left bundle branch block), kurangnya kontraktilitas (kardiomiopati)).
  2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi)
  3. Kegagalan yang berhubungan dengan katup
  4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikaro)
  5. Kegagalan yang disebabkan anormalitas perikard atau efusi perikard (temponade)
  6. Kelainan kongenital jantung
Karena setiap bentuk penyakit jantung dapat mengarah pada gagal jantung, tidak ada satupun mekanisme kausatif.

Patofisiologi

Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan fungsi miosit jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa mekanisme kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya fungsi jantung sebagai pompa, di antaranya sistem adrenergik, renin angiotensin ataupun sitokin. Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler dalam batas normal, menghasilkan pasien asimptomatik. Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan berjalan seiring waktu akan menyebabkan kerusakan ventrikel dengan suatu keadaan remodeling sehingga akan menimbulkan gagal jantung yang simptomatik.

Mekanisme Neurohormonal

Beberapa ahli menyarankan gagal jantung dilihat dalam suatu model neurohormonal yaitu gagal jantung yang berkembang sebagai hasil ekspresi berlebihan suatu molekul yang secara biologis aktif, yang dapat memberikan efek merusak jantung dan sirkulasi. Pengaturan mekanisme neurohormonal ini dapat bersifat adaptif ataupun maladaptif. Sistem ini bersifat adaptif apabila sistem dapat memelihara tekanan perfusi arteri selama terjadi penurunan curah jantung. Sistem ini menjadi maladaptif apabila menimbulkan peningkatan hemodinamik melebihi batas ambang normal, menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen, serta memicu timbulnya cedera sel miokard.
Adapun pengaturan neurohormonal sebagai berikut:

  • Sistem saraf adrenergik
Pada gagal jantung terjadi penurunan curah jantung. Hal ini akan dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcus aorta, kemudian dihantarkan ke medula melalui nervus IX dan X,yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis. Aktivasi sistem saraf simpatis ini akan menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal ini akan meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan vena sistemik. Walaupun NE meningkatkan kontraksi dan mempertahankan tekanan darah, tetapi kebutuhan energi miokard menjadi lebih besar, yang dapat menimbulkan iskemi jika tidak ada penyaluran O2 ke miokard. Dalam jangka pendek aktivasi sistem adrenergik dapat sangat membantu, tetapi kemudian akan terjadi maladaptasi. Pada gagal jantung kronik akan terjadi penurunan konsentrasi norepinefrin jantung, mekanismenya masih belum jelas, mungkin berhubungan dengan "exhaustion phenomenon" yang berasal dari aktivasi sistem adrenergik yang berlangsung lama.
  • Sistem Renin-Angiotensin
Apabila curah jantung menurun, akan terjadi aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Beberapa mekanisme seperti hipoperfusi renal, berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin memecah empat asam amino dari angiotensinogen I, dan Angiotensin-converting enzyme akan melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1 (AT1) dan tipe 2(AT2). Aktivasi reseptor AT1 akan mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan katekolamin, sementara AT akan menyebabkan vasodilatasi, inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.
Angiotensin II mempunyai beberapa aksi penting dalam mempertahankan sirkulasi homeostasis dalam jangka pendek, namun jika terjadi ekspresi lama dan berlebihan akan masuk ke keadaan maladaptif yang dapat menyebabkan fibrosis pada jantung, ginjal dan organ lain. Selain itu, juga akan mengakibatkan peningkatan pelepasan NE dan menstimulasi korteks adrenal zona glomerulosa untuk memproduksi aldosteron. Aldosteron memiliki efek suportif jangka pendek terhadap sirkulasi dengan meningkatkan reabsorbsi natrium. Akan tetapi jika berlangsung relatif lama akan menimbulkan efek berbahaya, yaitu memicu hipertrofi dan fibrosis vaskuler dan miokardium, yang berakibat berkurangnya compliance vaskuler dan meningkatnya kekakuan ventrikel. Di samping itu aldosteron memicu disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan inhibisi uptake norepinefrin yang akan memperberat gagal jantung. Mekanisme aksi aldosteron pada sistem kardiovaskuler nampaknya melibatkan stres oksidatif dengan hasil akhir inflamasi pada jaringan.

  • Stres Oksidatif
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar ROS. Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan memengaruhi sirkulasi perifer dengan cara menurunkan bioavailabilitas NO.
  • Arginin Vasopressin
Hormon hipofisis posterior ini meningkat pada gagal jantung, efek selulernya terjadi jika berikatan dengan 3 tipe reseptor, yaitu V1a, V1b dan V2. Reseptor V1a akan menyebabkan vasokonstriksi, agregasi platelet dan stimulasi faktor pertumbuhan miokard. V1b akan memodulasi sekresi ACTH, sedangkan V2 akan menimbulkan efek antidiuretik.
  • Natriuretic peptides
Terdiri dari Atrial Natriuretic Peptide(ANP), urodilantin, Brain Natriuretic Peptide (BNP), C-type Natriuretic Peptide(CNP) dan Dendroaspis Natriuretic Peptide (DNP). ANP diproduksi terutama di atrium jantung, BNP di ventrikel jantung, keduanya diproduksi sebagai respon terhadap peningkatan tebal jantung. Natriuretic peptide menstimulasi produksi second messenger cGMP melalui ikatannya dengan natriuretic peptide A receptor (NPR-A) yang mengikat ANP dan BNP, dan natriuretic peptide B receptor (NPR-B) yang mengikat CNP. Kedua reseptor ini berikatan juga dengan guanylate cyclase. Aktivasi NPR-A dan NPR-B menghasilkan keadaan natriuresis, vasorelaksasi, inhibisi renin dan aldosteron serta inhibisi fibrosis. ANP dan BNP mungkin berperan dalam mekanisme penting untuk mempertahankan homeostasis natrium dan air. Akan tetapi nampaknya natriuretic peptide menjadi tumpul peranannya pada gagal jantung, mungkin karena tekanan perfusi ginjal yang rendah, defisiensi relatif atau perubahan bentuk molekuler natriuretic peptide atau penurunan fungsi reseptor natriuretic peptide.
  • Endothelin
Terdiri dari tiga tipe, yaitu ET-1,ET-2 dan ET-3, ketiganya berpotensi kuat untuk menyebabkan vasokonstriksi. Walaupun endotelin umumnya dikeluarkan oleh sel endotel, namun dapat juga oleh tipe sel lain, contohnya miosit kardiak. ET-1 merupakan bentuk yang paling sering terekspresi di antara famili endotelin lainnya. Dua subtipe reseptor endotelin yang telah ditemukan pada miokard manusia, yaitu tipe A dan B. Reseptor ET(A) menimbulkan vasokonstriksi, proliferasi sel, hipertrofi patologis, fibrosis dan peningkatan kontraktilitas, sedangkan ET(B) berperan dalam menghilangkan efek ET-1, pelepasan NO dan prostasiklin. Pelepasan ET dari sel endotel dapat ditingkatkan oleh beberapa agen vasoaktif (NE, angiotensin II, trombin) dan sitokin (TNF, IL-1,TGF).

Remodeling Ventrikel Kiri


  • Neuropeptide Y
Neuropeptide Y merupakan agen vasokonstriktor yang disekresi bersama NE dari akhiran saraf simpatis. Neuropeptid ini memicu vasokontriksi perifer serta menimbulkan efek potensiasi terhadap efek vasokontriksi oleh alfa adrenergik dan angiotensin. Zat ini juga menghambat pelepasan asetilkolin dari sistem saraf simpatis. Pada pasien gagal jantung moderat dan berat terdapat peningkatan kadar neuropeptide Y yang sejalan dengan peningkatan kadar NE.
  • Urotensin II
Pada beberapa pasien gagal jantung ditemukan peningkatan kadar urotensin II. Urotensin menimbulkan vasokonstriksi sehingga menimbulkan anggapan bahwa urotensin II ini mempunyai kontribusi dalam peningkatan resistensi vaskuler.
  • Nitric Oxide
Radikal bebas ini dihasilkan oleh tiga tipe isoform sintase, yaitu NOS1, NOS2 dan NOS3. NOS1 terdapat di jaringan konduksi jantung, neuron intrakardiak dan retikulum sarkoplasma miosit jantung, NOS2 terdapat di miokard yang merespon terhadap sitokin inflamasi, sedangkan yang terakhir terdapat di endotel koroner, endokard serta sarkolema dan membran tubulus T miosit jantung. NOS1 dan NOS3 dapat diaktifkan oleh kalsium dan kalmodulin, sedangkan NOS2 tidak perlu kalsium. NO akan mengaktifkan guanylate cyclase, kemudian akan menghasilkan cGMP. cGMP ini menyebabkan relaksasi otot polos vaskuler sehingga terjadi vasodilatasi. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada gagal jantung, fungsinya menjadi tumpul karena penurunan ekspresi dan aktivitas NOS3.
  • Bradikinin
Penelitian menunjukkan bahwa bradikinin berperan penting dalam pengaturan tonus pembuluh darah. Bradikinin akan berikatan dengan reseptor B1 dan B2. Sebagian besar efek bradikinin diperantarai lewat ikatan dengan reseptor B2. Ikatan dengan reseptor B2 ini akan menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Pemecahan bradikinin akan dipicu oleh ACE.
  • Adrenomedullin
Kadar adrenomedullin meningkat pada pasien gagal jantung. Adrenomedullin ini dikeluarkan sebagai kompensasi efek vasokonstriksi beberapa hormon. Kadar adrenomedullin yang tinggi menyebabkan penurunan tekanan darah, penurunan tekanan pengisian ventrikel, meningkatkan curah jantung, memperbaiki fungsi ginjal, serta menurunan kadar aldosteron.
  • Apelin
Pada pasien gagal jantung didapatkan penurunan kadar apelin dalam sirkulasi. Apelin mempunyai efek vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Apelin juga mempunyai efek inotropik positif dan menimbulkan diuresis dengan menghambat hormon ADH.

Remodeling Ventrikel Kiri

 Model neurohormonal yang telah dijelaskan di atas gagal menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek penting pada miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel kiri.

Perubahan Biologis pada Miosit Jantung

  • Hipertrofi Miosit Jantung
Peningkatan tekanan pada dinding otot jantung akan memicu timbulnya hipertrofi dan penimbunan matriks ekstraseluler. Jenis remodeling ventrikel ini tergantung faktor pemicu. Apabila dipicu oleh peningkatan volume akan terjadi hipertrofi eksentrik, terjadi pemanjangan miosit dengan penambahan sarkomer secara seri sehingga menimbulkan pelebaran ventrikel kiri. Remodeling yang dipicu oleh peningkatan tekanan seperti pada hipertensi akan menimbulkan hipertrofi konsentrik, terjadi penambahan sarkomer secara paralel, peningkatan area cross-sectional miosit dan terjadi penebalan dinding ventrikel kiri.
  • Perubahan Komplek Kontraksi-Eksitasi
Hal ini ditujukan pada proses biologis yang dimulai dari potensial aksi kardiak, diakhiri dengan kontraksi dan relaksasi miosit. Pada gagal jantung, didapatkan potensial aksi yang abnormal diperlambat, sama halnya dengan penurunan dan ketidakmampuan relaksasi. Ca2+ intraseluler pada penderita gagal jantung gagal meningkat selama depolarisasi, yang menggambarkan lambatnya pengangkutan Ca2+ pada aparatus kontraktil (menyebabkan aktivasi yang lambat), diikuti oleh lambatnya penurunan selama repolarisasi (menyebabkan relaksasi yang lambat). Pada penderita gagal jantung didapatkan penurunan SERCA2A (sarcoendoplasmic reticulum Ca2+ yang menyebabkan penurunan fungsi transient Ca2+ dan penyimpanan Ca2+. Beberapa penelitian mendapatkan SERCA2A yang normal pada penderita gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas, mungkin terdapat abnormalitas fungsi molekul lain yang mengatur fungsi SR. Didapatkan juga penurunan kanal kalsium tipe L (L-type calcium channel) yang mengurangi kekuatan dan homogenitas pemasukan Ca2+ dan efeknya pada pelepasan Ca2+ SR. Selain itu didapatkan peningkatan Na+/Ca2+ exchanger, sebagai kompensasi penurunan Ca2+ karena penurunan aktivitas SERCA2A.

  • Perubahan Miokard
Perubahan akibat hilangnya miosit secara progresif melalui proses nekrosis, apoptosis atau autofagi, akan menyebabkan disfungsi kardiak yang progresif dan remodeling ventrikel kiri.

  • Nekrosis
Merupakan suatu bentuk kematian sel akibat injury miosit yang parah. Bentuk nekrosis adalah ruptur sel, yang didahului oleh distensi berbagai organel seluler, degradasi DNA nukleus dan pembengkakan sel yang menyebabkan gangguan membran plasma. Ruptur sel membran yang terjadi pada nekrosis melepaskan komponen intraseluler yang akan meningkatkan reaksi inflamasi yaitu terjadi peningkatan sel granulosit, makrofaga serta fibroblas yang mensekresi kolagen di sekitar area injury. Hasil akhir berupa skar fibrotik, yang akan mengubah komponen struktural dan fungsional miokard. Nekrosis miosit jantung dapat disebabkan oleh penyakit jantung iskemik, injuri miokard, zat toksin (seperti daunorubicin), infeksi dan inflamasi. Mekanisme neurohormonal (konsentrasi NE, angiotensin II maupun ET) juga dapat menyebabkan terjadinya proses nekrosis miosit.
  • Apoptosis
Apoptosis atau kematian sel terprogram, merupakan suatu proses yang dapat menghilangkan sel secara selektif dengan cara bunuh diri. Sel dapat melakukan apoptosis karena sudah terprogram dalam kode genetiknya. Walaupun demikian, keadaan patologis seperti iskemi akut maupun kardiomiopati dilatasi dapat memicu apoptosis secara tidak tepat. Apoptosis membutuhkan energi dan aktivasi biokimia spesifik sebagai pemicu kematian sel melalui pola intrinsik maupun ekstrinsik yang akan mengaktivasi protein kaspase. Apoptosis miosit jantung dapat terjadi karena aksi katekolamin pada reseptor beta1 adrenergik, angiotensin II, spesi oksigen reaktif, NO, sitokina inflamasi; semua hal tersebut dapat memicu kematian sel terprogram.

  • Autofagi
Merupakan proses seluler homeostatik adalah organel atau protein tertentu diisolasi oleh vesikel membran ganda, isi vesikel akan didegradasi oleh lisosom. Jika proses autofagi terjadi pada seluruh sel, dinamakan kematian sel karena autofagi.

Perubahan Struktur Ventrikel Kiri

Perubahan struktur ini akan memperburuk keadaan penderita gagal jantung. Perubahan ini tidak hanya membuat jantung lebih besar akan tetapi juga mengubah bentuk jantung menjadi lebih sferis, akibatnya ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, hasil akhirnya terjadi peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output maupun peningkatan hemodynamic overloading.

 


Contoh Skripsi & Pengertian Dismenorea




BAB 1

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih, 2004). Data demografi menunjukan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. World Health Organization (WHO) dalam (Soetjiningsih, 2004) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang.
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat pesat, baik fisik maupun psikologis. Perkembangan yang pesat ini berlangsung pada usia 11-16 tahun pada laki-laki dan 10-15 tahun pada perempuan. Anak perempuan lebih cepat dewasa dibandingkan anak laki-laki. Pesatnya perkembangan pada masa puber dipengaruhi oleh hormon seksual. Organ-organ reproduksi pada masa puber telah mulai berfungsi. Salah satu ciri masa pubertas adalah mulai terjadinya menstruasi pada perempuan. Adapun pada laki-laki mulai mampu menghasilkan sperma. Memasuki usia remaja, beberapa jenis hormon, terutama hormon estrogen dan progesteron, mulai aktif sehingga pada diri anak perempuan mulai tumbuh payudara, pinggul melebar dan membesar dan tumbuh rambut-rambut halus disekitar ketiak dan

kemaluan. Pada remaja laki-laki, hormon testosteron akan mengakibatkan tumbuhnya rambut-rambut halus disekitar ketiak, kemaluan, tumbuh janggut, dan kumis, terjadi perubahan suara, tumbuh jerawat dan mulai di produksinya sperma yang pada sewaktu-waku tertentu keluar sebagai mimpi basah (Properawati & Misaroh, 2009).
Setiap bulan wanita melepaskan satu sel telur dari salah satu ovariumnya. Bila sel telur ini tidak mengalami pembuahan maka akan terjadi perdarahan (menstruasi) (Properawati & Misaroh, 2009). Menstruasi adalah perdarahan periodik normal uterus dan merupakan fungsi fisiologis yang hanya terjadi pada wanita. Pada dasarnya haid merupakan proses katabolisme dan terjadi di bawah pengaruh hormon hipofisis dan ovarium (Benson, 2009). Nyeri pada saat menstruasi atau haid sering dikeluhkan seorang wanita sebagai sensasi tidak nyaman, karakteristik nyeri ini sangat khas karena muncul secara reguler dan periodik menyertai menstruasi yaitu rasa tidak enak di perut bagian bawah sebelum dan selama haid disertai mual disebabkan meningkatnya kontraksi uterus. Beberapa remaja terkadang merasakan nyeri dibagian punggung bagian bawah, pinggang, panggul otot paha atas hingga betis. Hal ini dilaporkan sebagai dismenore (Winkjosastro, 2008).
Angka kejadian dismenorea di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami dismenorea (Fajaryati, 2010). Di Amerika Serikat diperkirakan 45-90% perempuan mengalami dismenorea, dan 12% nyeri berat, 37% sedang, 49% ringan, yang mengakibatkan 14% remaja putri tidak hadir disekolah. Selain ketidakhadiran disekolah, dismenorea ini juga berdampak pada kerugian ekonomi di Amerika Serikat tiap tahun yang diperkirakan mencapai 600 juta jam kerja dan dua miliar dolar (Anurogo & Wulandari, 2011). Dismenorea di Indonesia tahun 2008 sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36 dysmenorhea sekunder menurut Santoso (2008). Di Amerika serikat diperkirakan hampir 90% wanita mengalami Dismenorea berat, yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas hidup individu masing-masing (Proverawati, Atikah, & Siti, 2009). Dismenorea di Jawa Barat cukup tinggi, hasil penelitian didapatkan kejadian sebanyak 54,9% wanita mengalami dismenorea, terdiri dari 24,5% mengalami dismenorea ringan, 21,28% mengalami dismenorea sedang dan 9,36% mengalami dismenorea berat (Aisyiyah, 2015).
Dismenorea adalah nyeri pada daerah panggul akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai segera setelah mengalami menstruasi pertama (menarche). Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun pada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi yang bisa disebut dengan dismenorea primer (Properawati & Misaroh, 2009).
Penyebab terjadinya nyeri dismenorea primer dikarenakan adanya peningkatan produksi prostaglandin. Peningkatan ini akan mengakibatkan kontraksi uterus dan vasokonstriksi pembuluh darah. Alirah darah yang menuju ke uterus menurun sehingga uterus tidak mendapat suplai oksigen yang adekuat sehingga menyebabkan nyeri. Intensitas nyeri berbeda dipengaruhi oleh deskripsi individu tentang nyeri, persepsi dan pengalaman nyeri (Kelly & Tracey, 2007).
Dampak psikologis dari dismenorea dapat berupa konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing. Sedikit tidak merasa nyaman dapat dengan cepat berkembang menjadi suatu masalah besar dengan segala kekesalan yang menyertainya. Hal tersebut akan mempengaruhi kecakapan dan keterampilannya. Kecakapan dan keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik kecakapan personal (personal skill) yang mencakup; kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill) (Kadek, Surinati, & Mastini, 2014).
Secara umum penanganan nyeri terbagi dalam dua kategori yaitu pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis. Secara farmakologis nyeri dapat ditangani dengan terapi analgesik yang merupakan metode paling umum digunakan untuk menghilangkan nyeri. Terapi ini dapat berdampak ketagihan dan memberikan efek samping obat yang berbahaya bagi pasien (Perry & Potter, 2005). Sedangkan penanganan secara non farmakologis dapat dilakukan kompres hangat atau mandi air hangat, massase, tidur yang cukup, hipnoterapi, teknik relaksasi dan olahraga rigan seperti senam (Anurogo & Wulandari, 2011).
Senam dismenorea merupakan salah satu teknik relaksasi. Olahraga atau latihan fisik yang dapat menghasilkan hormon endorphin. Endorphin adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaksi/tenang. Endorphin dihasilkan otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.
Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan olahraga/senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah, dan pernafasan (Harry, 2007). Sehingga olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.
Hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu, 2013) didapatkan bahwa terdapat perubahan derajat nyeri bisa terlihat dari 60 responden yang diteliti, terdapat 28,3% yang mengalami dismenorea berat sebelum melakukan senam dismenorea, ketika setelah melakukan senam dismenorea terdapat penurunan jumlah responden yang mengalami dismenorea berat sebesar 15%. Selain itu terdapat 1 responden yang ketika belum diberikan perlakuan mengalami dismenorea ringan, tetapi setelah diberikan perlakuan rasa nyeri tersebut menghilang (tidak lagi mengalami dismenorea). Dari hasil uji t tersebut didapat nilai p= 0,0001, dimana nilai p lebih kecil dari nilai α, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara derajat dismenorea sebelum senam dan sesudah senam.
Penelitian yang dilakukan (Ismarozi, 2015) dengan dilakukan senam dismenorea sebanyak 5 kali, seminggu sebelum menstruasi bulan berikutnya tubuh akan menjadi rileks sehingga otak akan merangsang hipotalamus untuk menghasilkan endorphin. Peningkatan b-endorphin berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, tubuh dapat menciptakan perasaan nyaman dan enak, sehingga rasa nyeri yang dirasakan akan berkurang, hasil uji Mann Whitney menunjukan p value (0,016) < (0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nyeri haid primer remaja pada kelompok eksperimen yang dibrikan senam dismenorea dan kelompok kontrol tanpa diberikan senam dismenorea, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi senam dismenorea efektif dalam menangani intensitas nyeri haid primer pada remaja.
Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil laporan penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Baso dengan dilakukan senam secara rutin 2x sehari selama 3 hari sebelum jadwal menstruasi (Harahap D. U., 2013) bahwa  ada perbedaan tingkat dysmenorhea sebelum dan sesudah dilakukan senam dysmenorhea pada remaja di SMA Negeri 1 Baso yaitu terdapat selisih rata-rata skala nyeri dismenorea remaja putri antara sebelum dan sesudah dilakukan senam dismenorea yaitu sebesar 1,7772. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,000, α = 0,05 (p<α), dapat disimpulkan senam dismenorea berpengaruh terhadap penurunan nyeri dismenorea pada remaja putri di SMA Negeri 1 Baso tahun 2013. Penelitian (Harahap, 2013) terdapat perbedaan yang dilakukan peneliti, yaitu peneliti yang melakukan penelitian pada siswi SMA sedangkan peneliti melakukan penelitian pada siswi SMP yang terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi. Remaja awal kurang memiliki pengetahuan dan sikap yang cukup baik tentang perubahan-perubahan fisik dan psikologis terkait menarche (periode menstruasi yang pertama terjadi pada masa pubertas seorang wanita). Gejala yang sering menyertai menarche yaitu sakit kepala, pegal-pegal di kaki dan dipinggang untuk beberapa jam, kram perut dan sakit perut (Properawati & Misaroh, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 3 Maret 2017, dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan salah seorang guru SMP PGRI Cibeureum, didapatkan keterangan bahwa banyak siswi yang mengeluh nyeri pada saat mestruasi. Dan dari beberapa pertanyaan terkait dismenorea yang ditanyakan melalui wawancara secara langsung didapatkan bahwa 10 dari 14 orang siswi kelas VIII di SMP PGRI Cibeureum juga menyatakan bahwa mereka mengalami nyeri menstruasi/ dismenorea. Responden menangani nyeri tersebut dengan beberapa cara diantaranya, meminum obat pereda nyeri sebanyak 5 orang, tidur sebanyak 3 orang, minum air putih sebanyak 2 orang.
Sedangkan di SMPN 9 Bandung, dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan salah seorang guru SMPN 9 Bandung yang bertugas di bagian kurikulum dan kesiswaan, didapatkan keterangan bahwa banyak siswi yang mengeluh nyeri pada saat menstruasi. Dan dari beberapa pertanyaan terkait dismenorea yang ditanyakan melalui wawancara secara langsung didapatkan bahwa 14 dari 16 orang siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung juga menyatakan bahwa mereka mengalami nyeri menstruasi/ dismenorea. Responden menangani nyeri tersebut dengan beberapa cara diantaranya, tidur sebanyak 4 orang, mengoles minyak kayu putih sebanyak 4 orang, dan tidak melakukan apa-apa sebanyak 6 orang.
Peran perawat dalam hal ini sebagai edukator/ pendidik (Doheny dalam Hutahaean, 2010), yaitu perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan yang diterima klien dengan menangani nyeri pada dismenorea dengan cara mengajarkan senam dismenorea. Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengambil masalah penelitian tentang “Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea Pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung Tahun 2017”.

B.   Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut maka dapat disusun rumusan masalah penelitian  yaitu : Pengaruh Senam Dismenorea terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.

C.   Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Senam Dismenorea terhadap penurunan Nyeri Dismenorea pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.

D.   Tujuan Khusus

1.    Untuk mengetahui nilai rata-rata Nyeri Dismenorea sebelum dilakukan Senam Dismenorea pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.
2.    Untuk mengetahui nilai rata-rata Nyeri Dismenorea setelah dilakukan Senam Dismenorea pada Siswi kelas VIII di SMPN 9  Bandung.
3.    Untuk mengetahui Pengaruh Senam Dismenorea terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.

E.    Manfaat Penelitian

1.    Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sebagai masukan data bagi Ilmu keperawatan terutama keperawatan maternitas.

2.    Manfaat Praktis

Dalam penelitian ini, diharapkan agar hasilnya dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan yaitu :
a.    Bagi Penulis
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang Senam Dismenorea serta mendapatkan kesempatan untuk megaplikasikan ilmu pengetahuan selama pendidikan kemudian diharapkan dapat membandingkan teori-teori yang di dapat di tempat perkuliahan dengan kenyataan di lapangan.
b.    Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi program studi Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi dalam menambah referensi ilmiah tentang Senam Dismenorea.
c.    Bagi Remaja Putri di Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif bagi remaja putri dalam mengatasi nyeri dismenorea.
d.    Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan referensi dan literatur bagi peneliti selanjutnya dengan menggunakan variabel yang belum diteliti.

 

 

 









BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.   REMAJA

1.    Pengertian

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin “adolescence” yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence yang berasal dari bahasa inggris, saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Properawati & Misaroh, 2009).
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih, 2004).
Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 2014).
Menurut peneliti masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang mencakup kematangan mental, emosional dan fisik dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa.

2.    Pertumbuhan remaja

Menurut (Properawati & Misaroh, 2009), pertumbuhan remaja terbagi menjadi 5, yaitu:
a.    Pertumbuhan tinggi badan, tulang dan gigi
Pada remaja perempuan kecepatan pertumbuhan maksimal dicapai 6-12 bulan sebelum menarche, dan ini dipertahankan hanya untuk beberapa bulan, kemudian akan mengalami deselerasi untuk dua tahun berikutnya atau lebih. Untuk pertumbuhan tulang, gambaran yang paling dini dan terpenting pada remaja perempuan adalah pertumbuhan pada lebar panggul selama pubertas. Pada remaja laki-laki mulai terjadi akselerasi pertumbuhan pada saat remaja, bahu yang lebar, pinggul yang lebih sempit, kaki yang lebih panjang, dan relatif lebih panjang pada ekstremitas atas, pertumbuhan tersebut disebabkan oleh hormon androgen
b.    Pertumbuhan berat badan
Pada remaja perempuan, saat memasuki masa pubertas berat badan mencapai kira-kira 60% berat dewasa. Mencapai puncak kecepatan berat badan sekitar 8 kg/tahun. Pertumbuhan otot terjadi 3-6 bulan setelah pacu tumbuh berat badan. Pada remaja laki-laki, pacu tumbuh berat badan terjadi bersamaan dengan pacu tumbuh tinggi badan dan otot. Rata-rata kecepatan pertumbuhan berat badan sekitar 9 kg/tahun.
c.    Pertumbuhan otot
Semua otot mengalami pertumbuhan selama masa pubertas. Puncak kecepatan pertumbuhan otot (Peak Velocity Muscle Growth) lebih besar pada laki-laki dari pada perempuan. Penambahan kekuatan otot terjadi pada pubertas akhir, namun pada laki-laki akan terus bertambah dan mencapai maksimum pada usia sekitar 25 tahun. Karena hormon androgen memegang peranan utama dalam kekuatan otot, maka meningkatnya kekuatan otot berhubungan erat dengan tingkat kematangan seksual.
d.    Pertumbuhan jaringan lemak
Pada remaja laki-laki, secara keseluruhan lemak truncal (diukur sebagai lemak subkutan, daerah subscapular, suprailiacal, atau abdomen). Sedangkan pada remaja perempuan lemk terjadi pada anggota gerak maupun tubuhnya, terutama tubuh bagian bawah dan paha bagian belakang.
e.    Pertumbuhan organ reproduksi
Pada remaja perempuan tanda pubertas pertama pada umumnya adalah pertumbuhan payudara, menstruasi pertama (menarche), pertumbuhan rambut pada pubis. Pada remaja laki-laki terjadi pembesaran testis. Hal ini dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang merangsang gonad untuk memproduksi hormon testosteron pada laki-laki, dan hormon estrogen pada perempuan.

3.    Perkembangan Remaja

Menurut (Properawati & Misaroh, 2009), perkembangan remaja terbagi menjadi 5, yaitu:
a.    Perkembangan fisik
Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktivitas pituitari pada saat ini berakibat pada sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis yang tersebar luas. Hormon-hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen pada pria dan estrogen pada wanita, zat-zat yang juga dihubungkan dengan penampilan ciri-ciri seksual sekunder: rambut wajah, tubuh, kelamin dan suara yang mendalam pada pria; rambut tubuh dan kelamin, pembesaran payudara, dan pinggul lebih lebar pada wanita. Selain perubahan-perubahan fisik, remaja juga mengalami perubahan secara psikologis. Perkembangan jiwa pada masa remaja juga semakin mantap. Pada akhir masa remaja, jiwanya sudah tidak mudah terpengaruh serta sudah mampu memilih dan menyeleksi. Remaja juga mulai belajar bertanggung jawab pada dirinya, keluarga, dan lingkungan. Remaja mulai sadar akan dirinya sendiri dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak lagi.
b.    Perkembangan intelektual
Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau dedukasi. Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap.
c.    Perkembangan seksual
Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggungjawab atas munculnya dorongan seks.
d.    Perkembangan emosional
Masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) dikenal dengan masa stormdan stress. Pada masa tersebut terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis.
e.    Perkembangan psikososial dan kepribadian remaja
1)    Kebebasan dan ketergantungan
Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional, sementara orang tua masih ingin mengawasi dan melindungi anaknya dapat menimbulkan konflik. Melalui proses remaja akan belajar untuk melakukan sesuatu secara tepat, mengevaluasi kembali aturan-aturan, nilai dan batasan-batasan yang telah diperoleh dari keluarga dan sekolah. Sedangkan ketergantungan ikatan emosional dengan orang tua menjadi berkurang, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya.
2)    Pembentukan identitas diri
Remaja berusaha melepaskan diri dari lingkungan dan ikatan dengan orang tua karena mereka ingin mencari identitas diri. Dalam hal ini remaja mengalami krisis identitas, yaitu suatu tahap untuk membuat keputusan terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan dengan pertanyaan tentang identitas dirinya.

B.   DISMENOREA

1.    Pengertian

Dismenorea adalah nyeri pada daerah panggul akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai segera setelah mengalami menstruasi pertama (menarche). Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun pada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009).
Dismenore (dysmenorrehea) berasal dari bahasa Yunani. Kata dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal; meno yang berarti bulan; dan orrhea yang berarti aliran. Dismenorea adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid/ menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul (Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah, 2012).

2.    Etiologi

Penyebab dismenorea bermacam-macam, bisa karena penyakit (radang panggul), endometriosis, tumor atau kelainan uterus, selaput dara atau vagina tidak berlubang, stres atau cemas yang berlebihan. Penyebab lain dari dismenore diduga terjadinya ketidakseimbangan hormonal dan tidak ada hubungan dengan organ reproduksi (Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah, 2012).

3.    Derajat Dismenorea

Derajat dismenorea terbagi menjadi 3 yaitu: (Manuaba, 2008)
a.    Dismenorea ringan
Berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-hari.
b.    Dismenorea sedang
Diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.
c.    Dismenorea berat
Perlu istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, sakit pinggang, diare, dan rasa tertekan.

4.    Klasifikasi Dismenorea

Menurut (Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah, 2012). Dismenorea dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati.
Berdasarkan jenis nyerinya adalah:
a.    Dismenorea spasmodik
Dismenorea spasmodik adalah nyeri yang diasakan dibagian bawah perut dan terjadi sebelum atau segera setelah haid dimulai. Dismenorea spasmodik dapat dialami oleh wanita muda maupun wanita brusia 40 tahun keatas. Sebagian wanita yang mengalami dismenorea spasmodik, tidak dapat melakukan aktivitas. Tanda spasmodik, antara lain:
1)    Pingsan
2)    Mual
3)    Muntah
4)    Dismenorea spasmodik dapat diobati atau dikurangi dengan melahirkan, walaupun tidak semua wanita mengalami hal tersebut.
b.    Dismenorea kongestif
Dismenorea kongestif dapat diketahui beberapa hari sebelum haid datang. Gejala yang ditimbulkan berlangsung 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Pada saat haid datang, tidak terlalu menimbulkan nyeri. Bahkan setelah hari petama haid, penderita dismenore kongestif akan merasa lebih baik. Gejala yang ditimbulkan pada dismenorea kongestif, antara lain:
1)    Pegal (pegal pada bagian paha)
2)    Sakit pada daerah payudara
3)    Lelah
4)    Mudah tersinggung
5)    Kehilangan keseimbangan
6)    Ceroboh
7)    Gangguan tidur

5.    Jenis Dismenorea

a.    Dismenorea primer
Dismenorea primer adalah nyeri menstruasi yang dirasakan tanpa adanya kelainan pada alat reproduksi. Dengan kata lain, ini adalah rasa nyeri yang biasa dirasakan oleh perempuan saat mengalami haid. Rasa nyeri ini biasaya terjadi setelah 12 bulan atau lebih, dimulai sejak haid yang pertama. Bahkan, ada sebagian perempuan yang selalu merasakan nyeri setiap menstruasi datang. Untuk mengatasi dismenore ini, salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan sesuatu yang hangat pada bagian perut yang nyeri (Laila, 2011).
Dismenorea primer dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kejiwaan, konstitusi, endokrin atau hormonal, dan alergi.
1)    Faktor kejiwaan
Pada remaja yang secara emosional tidak stabil (seperti mudah marah dan cepat tersinggung), apalagi jika tidak mengetahui serta tidak mendapatkan pengetahuan yang baik tentang proses menstruasi, maka hal ini dapat menyebabkan timbulnya nyeri menstruasi.
2)    Faktor konstitusi
Faktor konstitusi erat kaitannya dengan faktor kejiwaan yang dapat pula menurunkan ketahanan tubuh terhadap rasa nyeri. Adapun faktor konstitusi ini bentuknya seperti anemia atau penyakit menahun yang dapat mempengaruhi timbulnya nyeri saat menstruasi.
3)    Faktor endokrin atau hormon
Faktor ini dikarenakan endometrium memproduksi hormon prostaglandin F2 yang menyebabkan pergerakan otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin yang berlebihan dilepaskan ke dalam peredaran darah, maka akan menimbulkan nyeri saat menstruasi.
4)    Faktor alergi
Faktor ini merupakan teori yang dikemukakan setelah dilakukan penelitian tentang adanya hubungan antara dismenore dan migrain atau asma. Melalui penelitian tersebut, diduga bahwa penyebab alergi ini ialah karena adanya toksin haid.

b.    Dismenorea sekunder
Dismenorea sekunder biasanya ditemukan jika terdapat penyakit atau kelainan pada alat reproduksi. Nyeri dapat terasa sebelum, selama, dan sesudah haid. Penyebab terjadinya dismenore sekunder bisa diakibatkan oleh salfingitis kronis, yaitu infeksi yang lama pada saluran penghubung rahim (uterus) dengan kandung telur (ovarium). Kondisi ini paling sering ditemukan pada wanita berusia 30-45 tahun. Untuk penanganannya perlu dilakukan konsultasi dokter serta pengobatan dengan antibiotika dan antiradang (Laila, 2011).

6.    Patofisiologi

Nyeri pada saat menstruasi terjadi karena adanya jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah menstruasi yang merangsang hiperaktivitas uterus. Peningkatan prostaglandin menyebabkan kontraksi myometrium meningkat sehingga mengakibatkan aliran darah haid berkurang dan otot dinding uterus mengalami iskemik dan disintegrasi endometrium sehingga mengalami vasoconstriction (penyempitan pembuluh darah) (Morgan & Hamilton, 2009). Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid pada perempuan dengan dismenorea berat. Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama haid. Vasopressin (disebut juga: antidiuretic hormone, suatu hormon yang disekresi oleh lobus posterior kelenjar pituitari yang menyempitkan pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah, dan mengurangi pengeluaran excretion + air seni) juga memiliki peran yang sama (Anurogo & Wulandari, 2011)
Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan dicairan endometrium perempuan dengan dismenore dan berhubungan baik dengan derajat nyeri. Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak tiga kali lipat terjadi dari fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama haid. Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan. Leukotriene (suatu produk pengubahan metabolisme asam arakidonat, bertanggung jawab atas terjadinya contraction (penyusutan atau penciutan) otot polos (smooth muscle) proses peradangan) juga telah diterima ahli untuk mempertinggi sensitivitas nyeri serabut di uterus. Jumlah leukotriene yang signifikan telah ditunjukan di endometrium perempuan penderita dismenore primer yang tidak merespons terapi antagonis prostaglandin (Anurogo & Wulandari, 2011).
Hormon pituitari posterior, vasopressin terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mengurangi aliran darah uterus, dan nyeri pada penderita dismenore primer. Paranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin. Hipotesis neuronal juga telah direkomendasikan untuk patogenesis dismenore primer. Neuron nyeri tipe C di stimulasi oleh metabolit anaerob yang diproduksi oleh ischemic endometrium (berkurangnya suplai oksigen ke membran mukosa kelenjar yang melapisi rahim) (Anurogo & Wulandari, 2011).

7.    Faktor Resiko Dismenorea

a.    Menstruasi pertama pada usia amat dini <11 tahun (earlier age at menarche).
 Pada usia <11 tahun jumlah folikel-folikel ovary primer masih dalam jumlah sedikit sehingga produksi estrogen masih sedikit juga.
b.    Kesiapan dalam menghadapi menstruasi
Kesiapan sendiri lebih banyak dihubungkan dengan faktor psikologis. Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan syaraf pusat, khususnya talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat rangsang nyeri sendiri dapat tergantung pada latar belakang pendidikan penderita. Pada dismenore, faktor pendidikan dan faktor psikologis sangat berpengaruh. Nyeri dapat ditimbulkan atau diperberat oleh keadaan psikologis penderita. Seringkali setelah menikah dismenorea hilang, dan jarang menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (menikah dan melahirkan) membawa perubahan fisiologik pada genetalia maupun perubahan psikis.
c.    Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
Siklus haid yang normal adalah jika seorang wanita memiliki jarak haid yang setiap bulannya relatif tetap yaitu selama 28 hari. jika meleset pun, perbedaan waktunya juga tidak terlalu jauh berbeda, tetap pada kisaran 21 hingga 35 hari, dihitung dari hari pertama haid sampai bulan berikutnya. Lama haid dilihat dari darah keluar sampai bersih, antara 2-10 hari. darah yang keluar dalam waktu sehari belum dapat dikatakan sebagai haid. Namun bila telah lebih dari 10 hari, dapat dikategorikan sebagai gangguan.
d.    Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
Jumlah darah haid biasanya sekitar 50ml hingga 100ml, atau tidak lebih dari 5x ganti pembalut per harinya.  Darah menstruasi yang dikeluarkan seharusnya tidak mengandung bekuan darah, jika darah yang dikeluarkan sangat banyak dan cepat enzim yang dilepaskan di endometriosis mungkin tidak cukup atau terlalu lambat kerjanya.
e.    Merokok (smoking)
Gangguan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi tersebut dapat bermacam-macam bentuknya, mulai dari gangguan haid, early menopause (lebih cepat berenti haid) hingga sulit untuk hamil. Pada wanita perokok terjadi pula peningkatan resiko munculnya kasus kehamilan di luar kandungan dan keguguran. Kandungan nikotin menyebabkan gangguan pada proses pelepasa ovum dan memperlambat motilitas tuba, sehingga risiko seorang wanita perokok untuk mengalami kehamilan di luar kandungan menjadi  2-4 kali lebih tinggi dibandingkan wanita bukan perokok. Zat yang menyebabkan seseorang ketagihan merokok ini, ternyata mempengaruhi metabolisme estrogen. Sebagai hormon yang salah satu tugasnya mengatur proses haid, kadar estrogen harus cukup dalam tubuh. Gangguan pada metabolismenya akan menyebabkan haidtidak teratur. Bahkan dilaporkan bahwa wanita perokok akan mengalami nyeri perut yang lebih berat saat haid tiba.
f.     Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hai ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
g.    Kegemukan (obesity)
Perempuan obesitas biasanya mengalami anovulatory chronic atau haid tidak teratur secara kronis. Hal ini mempengaruhi kesuburan, di samping juga faktor hormonal yang ikut berpengaruh. Perubahan hormonal atau perubahan pada sistem reproduksi bisa terjadi akibat timbunan lemak pada perempuan obesitas. Timbunan lemak memicu pembuatan hormon, terutama estrogen.


h.    Konsumsi alkohol (alcohol consumption)
Konsumsi alkohol juga dapat meningkatkan kadar estrogen yang efeknya dapat memicu lepasnya prostaglandin (zat yang membuat otot-otot rahim berkontraksi) (Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah, 2012).

8.    Dampak Dismenorea

Dampak psikologis dari dismenorea dapat berupa konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing. Sedikit tidak merasa nyaman dapat dengan cepat berkembang menjadi suatu masalah besar dengan segala kekesalan yang menyertainya. Hal tersebut akan mempengaruhi kecakapan dan keterampilannya. Kecakapan dan keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik kecakapan personal (personal skill) yang mencakup; kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill) (Kadek, Surinati, & Mastini, 2014).

9.    Pencegahan

Langkah pencegahan ini adalah hal-hal yang dapat dilakukan sendiri oleh seseorang yang nyeri haid, tanpa memerlukan obat-obatan. Caranya adalah dengan memperhatikan pola dan siklus haidnya, lalu melakukan langkah-langkah antisipasi agar tidak mengalami nyeri haid. Berikut adalah langkah-langkah pencegahannya (Anurogo & Wulandari, 2011):
a.    Hindari stres. Sebisa mungkin hidup dengan tenang dan bahagia. Tiak usah terlalu banyak pikiran, terutama pikiran negatif yang menimbulkan kecemasan-kecemasan.
b.    Miliki pola makan yang teratur dengan asupan gizi yang memadai, memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna. Apabila tidak tahu berapa kadar dan porsi gizi yang diperlukan setiap hari agar sesuai dengan keperluan, datanglah ke dokter atau ahli gizi. Sayur dan buah-buahan mutlak diperlukan untuk hidup sehat.
c.    Saat menjelang haid, sebisa mungkin menghindari makanan yang cenderung asam dan pedas.
d.    Istirahat yang cukup, menjaga kondisi agar tidak terlalu lelah, dan tidak menguras energi secara berlebihan.
e.    Tidur yang cukup, sesuai standar keperluan masing-masing 6-8 jam sehari sesuai dengan kebiasaan.
f.     Minum susu dengan kalsium tinggi. Jika tidak gemar minum susu, bisa diganti dengan makanan atau suplemen tinggi kalsium.
g.    Lakukan olahraga secara teratur setidaknya 30 menit setiap hari. olahraga yang dipilih tidak harus olahraga berat. Misalnya: sekedar berjalan-jalan santai selama 30 menit, jogging ringan, senam ringan, maupun bersepeda. Olahraga secara teratur dapat memperlancar aliran darah pada otot di sekitar rahim sehingga akan meredakan rasa nyeri pada saat haid.
h.    Lakukan peregangan (stretching) pereda nyeri haid setidaknya 5-7 hari sebelum haid. Untuk dapat memastikan waktu secara tepat, buatlah kalender haid untuk mencatat jadwal datang dan berakhirnya haid setiap bulan.
i.      Menjelang haid, cobalah berendam dengan air hangat yang diberi garam mandi dan bebrapa tetes minyak essensial bunga lavender atau sesuai dengan selera masing-masing. Berendamlah selama 10-15 menit dan rasakan kesegaran serta rileks di seluruh tubuh. Cara ini membantu memperlancar peredaran darah dalam tubuh sehingga mencegah terjadinya nyeri haid.
j.      Usahakan tidak mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri. Jika semua cara pencegahan tersebut tidak mengatasi nyeri. Lebih baik segera kunjungi dokter untuk mengetahui penyebab nyeri haid yang berkepanjangan. Bisa saja ada kelainan rahim atau penyakit lainnya.
k.    Selama masa haid jangan melakukan olahraga berat atau bekerja berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan.
l.      Hindari mengkonsumsi alkohol, rokok, kopi, maupun cokelat karena akan memicu bertambahnya kadar estrogen.
m.   Jangan makan segala sesuatu yang dingin secara berlebihan, misalnya es krim. Perbanyak makan buah, sayur makanan berkadar lemak rendah, konsumsi vitamin E, vitamin B6, dan minyak ikan untuk mengurangi peradangan.
n.    Suhu panas merupakan ramuan tua yang perlu dicoba, gunakan heating pad (bantal pemanas), kompres handuk atau botol berisi air panas di perut dan punggung bawah, serta minum minuman yang hangat. Pengaruhnya akan langsung meredakan nyeri.
o.    Pijatan dengan aroma terapi juga dapat mengurangi rasa tidak nyaman. Pijatan yang ringan dan melingkar dengan menggunakan telunjuk pada perut bagian bawah akan membantu mengurangi nyeri haid.
p.    Mendengarkan musik, membaca buku atau menonton film juga dapat membantu mengurangi rasa sakit.

10.  Penatalaksanaan

a.    Farmakologi
    Menurut (Properawati & Misaroh, 2009), terapi farmakologi terbagi menjadi 2 yaitu:
1)    Pemberian obat (analgesik) golongan Non Steroid Anti Inflamasi (NSAI), misalnya: parasetamol atau asetamonofen (Sumagesic, Panadol, dll), asam mefenamat (Ponstelax, Nichostan, dll), ibufropen (Ribunal, Ostarin, dll), metamizol atau metampiron (Pyronal, Novalgin, dll), dan obat-obat pereda nyeri lainnya.
b.    Non farmakologi
    Menurut (Perry & Potter, 2006), terapi non farmakologi terbagi menjadi 11 yaitu:
1)    Stimulasi dan massase kutaneus
Massase adalah stimulus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dari bahu. Massase dapat membuat pasien lebih nyaman karena massase membuat relaksasi otot.

2)    Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
3)    Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri. Contoh seperti bernyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto dengan kertas, mendengarkan musik dan lain sebagainya.
4)    Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas dalam contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan).
5)    Imajinasi
Imajinasi merupakan khayalan atau membayangkan hal yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
6)    Yoga dapat membantu mengurangi rasa sakit.
7)    Latian aerobik seperti senam dismenorea, berjalan kaki, bersepeda dapat membantu memproduksi bahan alami yang dapat memblok rasa sakit dan dapat memperlancar aliran oksigen dan darah ke alat reproduksi sehingga tidak iskemik.
8)    Orgasme dapat meringankan kram menstruasi pada beberapa perempuan
9)    Tidur yang cukup sebelum dan selama periode menstruasi
10) Akupressur

11.  Pengukuran Skala Nyeri Dismenorea

Rasa nyeri dapat bersifat individual dan subjektif sehingga tidak ada parameter yang dapat digunakan untuk menilai rasa nyeri. Beberapa metode dapat digunakan dalam menilai rasa nyeri seperti unidimensi dan multidimensi. Skala unidimensi merupakan metode sederhana dengan menggunakan suatu variiabel untuk menilai intensitas rasa nyeri. Metode unidimensi yang dipakai adalah Numerical Ratting Scale (NRS).
Metode sederhana ini biasanya digunakan secara efektif di rumah sakit dan klinik. Numeric rating scale merupakan garis horizontal dengan skala angka mulai dari 0 sampai dengan 10, angka 0 menunjukan tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan (secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik), 4-6 nyeri sedang (secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik), 7-9 nyeri berat (secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi masih respons terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, napas panjang, dan distraksi), dan 10 nyeri hebat (klien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi dan memukul) (Perry & Potter, 2006).
Cara penggunaan skala ini adalah: berilah salah satu angka sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS merupakan skala pengukuran nyeri yang mudah dipahami oleh pasien, dalam penelitian ini skala nyeri NRS akan diberi warna yang berbeda-beda. Oleh karena itu, skala NRS ini yang akan digunakan sebagai instrumen penelitian.


 


            0          1          2          3          4          5        6         7         8        9          10

Tidak Nyeri        Nyeri Ringan                         Nyeri Sedang          Nyeri Berat         Nyeri                                                                                                                   Tak Tertahankan
Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri
(Perry & Potter, 2006)

      Keterangan:
0                    : Tidak nyeri
1-3             : Nyeri ringan
  Secara objektif responden dapat berkomunikasi dengan baik


4-6             : Nyeri sedang
Secara objektif responden mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya dan dapat mengikuti perintah dengan baik
     7-9              : Nyeri berat
Secara objektif responden tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat di atasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
      10              : Nyeri tak tertahankan
Responden tidak mampu lagi berkomunikasi dan disertai tindakan memukul.

C.   SENAM DISMENOREA

1.    Pengertian

Senam dismenorea merupakan gerakan senam untuk membebaskan rasa nyeri saat haid (Laila, 2011).

2.    Proses fisiologis senam dismenorea

Endorphin adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaksi/tenang. Endorphin dihasilkan otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi. Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan olahraga/senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah, dan pernafasan (Harry, 2007). Sehingga olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.
Tubuh bereaksi saat mengalami stres. Faktor stres ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Tanda pertama yang menunjukan keadaan stres adalah adanya reaksi yang muncul yaitu menegangnya otot tubuh individu dipenuhi oleh hormon stres yang menyebabkan tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernafasan meningkat. Disisi lain saat stres, tubuh akan memproduksi hormon adrenalin, estrogen, progesteron serta prostaglandin yang berlebihan. Estrogen dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan, sedangkan progesteron bersifat menghambat kontraksi. Peningkatan kontraksi secara berlebih ini menyebabkan rasa nyeri. Selain itu hormon adrenalin juga meningkat sehingga menyebabkan otot tubuh tegang termasuk otot rahim dan dapat menjadikan nyeri ketika haid (Handrawan, Ilmu kandungan, 2008).
Melakukan olahraga tubuh akan menjadi rileks dan kadar endorphin akan dihasilkan beragam di antara individu, seperti halnya faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar endorphin. Individu dengan endorphin yang banyak akan lebih sedikit merasakan nyeri. Sama halnya aktivitas fisik yang berat diduga dapat meningkatkan pembetukan endorphin dalam sistem kontrol desendens (Smeltzer & Bare, BG, 2002).
Peningkatan kadar prostaglandin terjadi pada akhir fase luteal atau pada fase menstruasi yaitu pada hari ke-28 sampai hari ke-2 atau 3 dalam siklus menstruasi. Gambaran klinis dismenore primer termasuk onset segera setelah menstruasi pertama dan biasanya berlangsung sekitar 48-72 jam, sering mulai beberapa jam sebelum atau sesaat setelah menstruasi (Anurogo & Wulandari, 2011). Peningkatan kadar prostaglandin yang diimbangi dengan senam yang menghasilkan endorphin maka diharapkan nyeri dapat berkurang. Senam dilakukan setiap sore hari karena konsentrasi endorphin terendah ditemukan pada saat malam hari dan tertinggi pada saat pagi hari (Harry dalam Marlinda, 2013).

3.    Gerakan Senam Dismenorea

Gerakan senam dismenorea terdiri dari gerakan pemanasan, gerakan inti dan gerakan pendinginan. Inti dari senam ini adalah gerakannya lebih dipusatkan pada gerakan dari bagian panggul dimana di daerah tersebut terdapat alat reproduksi wanita beserta otot-otot yang berpengaruh terhadap nyeri dismenorea. Manfaat dari gerakan senam ini baru dapat dirasakan jika rutin dilakukan, setidaknya 5 kali dalam seminggu, misalnya untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi rasa sakit saat menstruasi (Laila, 2011).
Dibawah ini merupakan gerakan senam dismenorea (Istiqomah, 2009) dan (Laila, 2011):
a.    Gerakan Pemanasan
1)    Tarik nafas dalam melalui hidung, sampai perut menggelembung dan tangan kiri terangkat. Tahan sampai beberapa detik dan hembuskan lewat mulut.
2)    Kedua tangan di pinggang, tunduk dan tegakkan kepala (2x8 hitungan)
3)    Kedua tangan di pinggang, tempelkan telinga ke pundak ke kiri-ke kanan (2x8 hitungan)
4)    Kedua tangan di pinggang, tengokan kepala ke kanan-kiri (2x8 hitungan)
5)    Putar bahu bersamaan kedunya (2x8 hitungan)
b.    Gerakan inti
Gerak badan 1:
1)    Berdiri dengan tangan direntangkan ke samping dan kaki direnggangkan kira-kira 30-35 cm.
2)    Bungkukkan di pinggang dan berputar ke arah kiri, mencoba menjamah kaki-kiri dengan tangan kanan tanpa membengkokkan lutut.
3)    Lakukan hal yang sama dengan tangan kiri menjamah kaki kanan.
4)    Ulangi masing-masing posisi sebanyak empat kali.
Gerak badan 2:
1)    Berdirilah dengan tangan di samping dan kaki sejajar.
2)    Luruskan tangan dan angkat sampai melewati kepala. Pada waktu yang sama sepakkan kaki kiri dengan kuat ke belakang.
3)    Lakukan bergantian dengan kaki kanan.
4)    Ulangi empat kali masing-masing kaki.
Gerak badan 3:
1)    Menguatkan bokong: berlututlah diatas satu kaki dengan bertumpu pada kedua tangan. Angkat kaki yang lain dan dorong sejauh mungkin ke arah samping.
2)    Pertahankan posisi tersebut sampai hitungan 8.
3)    Lakukan hal tersebut masing-masing pada kaki kiri dan kanan.
Gerak badan 4:
1)    Bungkukan tubuh dengan kedua kaki rapat. Gunakan salah satu kaki hingga kaki terbuka lebar.
2)    Pertahankan posisi tersebut sampai hitungan 8.
3)    Lakukan hal tersebut masing-masing pada kaki kiri dan kanan.
Gerak badan 5:
1)    Berbaringlah dengan bertumbu pada salah satu sisi badan. Tekuk pinggul dan lutut. Rebahkan satu kaki di lantai dan angkat kaki yang satunya. Gerakan kaki naik turun. Lakukan hal tersebut sampai hitungan 8 masing-masing pada kaki kiri dan kanan.
2)    Masih dalam keadaan berbaring, lalu tarik kedua lutut ke arah dada dengan bantuan tangan. Gunakan kekuatan tangan. Biarkan punggung bawah rileks dan meregang. Lakukan posisi ini sampai hitungan 8.
3)    Berbaring lagi dengan bertumbu pada sisi badan yang satunya. Rebahkan satu kaki di lantai dan angkat kaki yang satunya. Gerakan kaki naik turun. Lakukan hal tersebut sampai hitungan 8 masing-masing pada kaki kiri dan kanan.
c.    Gerakan pendinginan
1)    Lengan dan tangan, genggam tangan kerutkan lengan dengan kuat tahan, lepaskan.
2)    Tungkai dan kaki, luruskan kaki (dorsi fleksi), tahan beberapa detik, lepaskan.
3)    Seluruh tubuh, kontraksikan/ kencangkan semua otot sambil nafas dada pelan teratur lalu relaks (bayangkan hal yang menyenangkan).

4.    Manfaat Senam Dismenorea

Menurut (Marwoto, 2008), orang yang melakukan senam secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik (good physical fitness). Unsur-unsurnya terdiri dari:
a.    Kekuatan otot
b.    Kelentukan persendian
c.    Kelincahan gerak
d.    Keluwesan
e.    Cardio vascular fitness
f.     Neuro musculair fitness
Apabila orang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan meningkat jumlah atau volume darah, dan 20% darah terdapat di otak, maka akan terjadi proses endorphin hingga terbentuk norepinefrin yang menimbulkan:
a.    Rasa gembira
b.    Rasa sakit hilang
c.    Adiksi (kecanduan gerak)
d.    Menghilangkan depresi

D.   Peran Perawat

Menurut (Doheny dalam Hutahaean, 2010), peran merupakan keadaan dari tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai dengan kedudukannya dalam suatu lingkungan. Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstant. Peran perawat terdiri dari 8 elemen, yaitu:
1.    Care giver (pemberi asuhan keperawatan)
Peran perawat sebagai care giver adalah: perawat sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan yang dapat memberikan pelayanan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana dan tindakan serta evaluasi keperawatan. Dalam penelitian ini perawat membantu klien dalam mengatasi penurunan nyeri dengan mengajarkan senam dismenorea.
2.    Client advocate (pembela)
Peran perawat sebagai client advocate adalah: perawat sebagai pembela atau penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela hak ataupun kepentingan klien dan membantu klien untuk memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran perawat dalam hal ini sekaligus mengharuskan perawat untuk bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalani peran perawat sebagai advocate, perawat juga harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pemberian pelayanan keperawatan.
3.    Counsellor (konselor)
Peran perawat sebagai konselor adalah: mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat-sakitnya. Interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasi klien, dan juga memberikan konseling atau bimbingan kepada klien, keluarga maupun masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai dengan prioritas masalah yang dialaminya. Konseling ini diberikan untuk mengintegrasikan pengalaman klien terhadap kesehatannya, dan juga terhadap pemecahan masalah yang difokuskan pada masalah keperawatan untuk mengubah perilaku hidup klien kearah perilaku hidup sehat.

4.    Educator (pendidik)
Peran perawat sebagai pendidik klien adalah: perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima klien, sehingga klien atau keluarga dapat menerima tanggungjawab tehadap hal-hal yang diketahuinya. Dalam penelitian ini, perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan yang diterima klien dengan menangani nyeri pada dismenorea dengan cara mengajarkan senam dismenorea.
5.    Collaborator (kolaborasi)
Peran perawat sebagai collaborator adalah: perawat bekerja sama dengan keluarga dan tim kesehatan lainnya dalam menentukan rencana ataupun pelaksanaan asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien untuk memenuhi kebutuhan klien terhadap kesehatannya.
6.    Coordinator (koordinator)
Peran perawat sebagai koordinator adalah: perawat dalam memberikan perawatan kepada klien dapat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.
Hal-hal yang perlu dilakukan perawat dalam menjalankan perannya sebagai koordinator adalah:
a.    Memantau atau mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
b.    Mengatur tenaga keperawatan yang bertugas
c.    Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan
d.    Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan keperawatan pada sarana kesehatan
7.    Change agen (pembaharu)
Peran perawat sebagai pembaharu adalah perawat mengadakan inovasi atau pembaharuan kepada klien terhadap cara berfikir, bersikap dan bertingkahlaku untuk meningkatkan keterampilan klien atau keluarga untuk mencapai hidup yang sehat.
8.    Consultan (konsultan)
Peran perawat sebagai konsultan adalah: perawat sebagai pusat atau sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi klien.













E.    Kerangka Teori










Penyebab dismenorea :
1.     Dismenorea primer:
a.     Peningkatan prostaglandin
b.    Peningkatan frekuensi kontraksi uterus
c.     Psikis
2.     Dismenorea sekunder
a.     Endometriosis
b.    Mioma uteri (tumor jinak kandungan)
c.     Stenosis serviks
d.    Malposisi uterus

 



Penatalaksanaan Dismenorea:
1.     Farmakologi
a.     Pemberian obat (analgesik)

 


 


                                                                                   
2.     Non Farmakologi
a.     Stimulasi dan massase
 kutaneus
b.    Terapi es dan panas
c.     Distraksi
d.    Relaksasi
e.     Imajinasi
f.     Yoga
g.    Latihan aerobik : senam
dismenorea
h.     Orgasme
i.      Tidur yang cukup
j.      Akupressur



 




                                                         




 











Gambar 2.2 Kerangka Teori
(Anurogo & Wulandari, 2011) (Laila, 2011) (Judha, Sudarti, & Fauziah, 2012)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


A.   Metodologi Penelitian

1.    Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian merupakan esensi tinjauan pustaka berupa teori atau konsep yang digunakan oleh peneliti dalam membangun kerangka penelitian (Budiman, 2011). Dismenorea adalah nyeri pada daerah panggul akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai segera setelah mengalami menstruasi pertama (menarche). Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun pada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi. (Proverawati & Misaroh, 2009).
Senam dismenorea merupakan gerakan senam untuk membebaskan rasa nyeri saat haid (Laila, 2011). Gerakan ini terdiri dari gerakan pemanasan, gerakan inti dan gerakan pendinginan. Inti dari senam ini adalah gerakannya lebih dipusatkan pada gerakan dari bagian panggul dimana di daerah tersebut terdapat alat reproduksi wanita beserta otot-otot yang berpengaruh terhadap nyeri dismenore.
Lakukan latihan secara teratur dan konsisten untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, misalnya untuk

menghilangkan atau setidaknya mengurangi rasa sakit saat menstruasi (Laila, 2011).
     Melakukan peregangan (stretching) pereda nyeri haid setidaknya 5-7 hari sebelum haid. Untuk dapat memastikan waktu secara tepat, buatlah kalender haid untuk mencatat jadwal datang dan berakhirnya haid setiap bulan (Anurogo & Wulandari, 2011)
Berdasarkan pada teori konsep diatas, maka untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema sebagai berikut.
Text Box: Penatalaksanaan:
1. Farmakologi
a. Pemberian obat (analgesik)
2. Non farmakologi
a. Stimulasi dan massase kutaneus
b. Terapi es dan panas
c. Distraksi
d. Relaksasi
e. Imajinasi
f. Yoga



 
i. Orgasme
j. Tidur yang cukup
k. akupressur

Variabel Independent                       Variabel Dependent
                                                                                                                             
                                                                           
                                               
Text Box: Nyeri ringan                                                                      
                                                                                                       
Text Box: Nyeri sedang                                                  
Text Box: h. latihan aerobik:    senam dismenorea                                                      
Text Box: Penurunan Nyeri Dismenorea                                                                                            
Text Box: Nyeri berat                                                                                                                
Text Box: Nyeri tak tertahankan
                   
Keterangan    :                                                                                                                                              
 : Yang Diteliti         
 : Yang Tidak Diteliti

Gambar 3 1 Kerangka Konsep
Modifikasi dari (Properawati & Misaroh, 2009) dan (Perry & Potter, 2005)

2.    Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode quasi eksperimen design. Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasy eksperimen design dengan one group pretest-postest dari kelompok intervensi. Sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu dilakukan pengkuran awal (pre test) untuk menentukan kemampuan atau nilai awal responden sebelum intevensi (uji coba). Selanjutnya intervensi sesuai dengan prosedur intervensi yang telah direncanakan. Secara skematik rancangan penelitian dapat dilihat pada skema sebagai berikut:
Pre test                                                                        Post test
 
 
                                                                                    
 
 Keterangan :
             
    : Pengukuran nyeri dismenorea sebelum diberikan senam
         dismenorea (pre-test)
   : Senam dismenorea
   : Pengukuran nyeri dismenorea setelah diberikan senam
       dismenorea (post-test)


3.    Hipotesis

a.    Hipotesis alternatif (Ha)

Ada pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung Tahun 2017.

b.    Hipotesis nol (Ho)

Tidak ada pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung Tahun 2017.

4.    Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu sifat yang diukur atau diamati yang nilainya bervariasi antara satu objek yang lainnya dan terukur (Riyanto, 2011).
a.    Variabel Bebas (Independen Variable)
Variabel Independen yaitu variabel perlakuan untuk diketahui hubungannya terhadap varibel terkait (Riyanto, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah senam dismenorea.
b.    Variabel Terikat (Dependen  Variabel)
Variabel Dependen yaitu varibel yang timbul dan cepat dipengaruhi variabel bebas (Riyanto, 2011). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri dismenorea.


5.    Definisi Operasional

Tabel 3 1 Variabel dan Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Konseptual
Definisi Operasional
Alat ukur
Hasil Ukur
Skala
1





Senam Dismenorea
Gerakan senam untuk membebaskan rasa nyeri saat haid (Laila, 2011)
Suatu gerakan senam yang dilakukan 1 minggu sebanyak 5 kali sebelum haid yang akan datang
SOP senam dismenorea
Diberikan
   -
2
Nyeri Dismenorea
Perasaan tidak nyaman yang dirasakan remaja saat menstruasi akibat kontraksi uterus (dismenorea) (Anurogo & Wulandari, 2011)
Rasa nyeri akibat menstruasi yang dirasakan berdasarkan respon responden



Lembar skala nyeri
NRS (Numerical Ratting Scale)
Skala nyeri dinyatakan dengan skor 0 -10
Interval




B.   Populasi dan Sampel Penelitian

1.    Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri kelas VIII yang mengalami dismenorea primer di SMPN 9 Bandung yang berjumlah 194 orang pada tahun 2017.
2.    Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili atau representatif populasi (Riyanto A. , 2011).
a.    Besar sampel
Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus numerik berpasangan sebagai berikut (Saryono A. S., 2011).
²
Keterangan :   Zα        = Deviat baku alfa ditetapkan 5%=1,645
                        Zβ        = Deviat baku beta ditetapkan 20%=0,842
                        S          = Simpangan baku dari selisih nilai antar
                                       Kelompok=3,44 (Harahap D. U., 2013)
                        x1-x2   = Selisih minimal rerata yang
                                       dianggap bermakna=1,72
                                      (Harahap D. U., 2013)
            ²
    =
    =
    = (5)²
     = 25
Untuk mengantisipasi jika ada responden yang sakit atau mengundurkan diri pada saat proses penelitian maka peneliti mempertimbangkan dropout sebesar 10% dengan rumus: (Dharma, 2011)
Keterangan:
      = Besar sampel yang dihitung
      = Besar sampel perhitungan awal
       = Perkiraan proporsi dropout 10%


Berdasarkan rumus diatas perhitungan sampel dalam penelitian ini adalah:
 =  = 27,78 =28
Dari perhitungan rumus diatas, besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 28 orang siswa yang tersebar dalam kelas VIII 1,VIII 2, VIII 3, VIII 4, VIII 5, VIII 6, VIII 7, VIII 8, VIII 9, dan VIII 10.
b.    Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah probability sampling yaitu stratified random sampling, dimana metode pengambilan sampel dari populasi yang bersifat heterogen dibagi-bagi dalam lapisan-lapisan (strata). Dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara acak. Pembuatan strata atau tingkatan dilakukan untuk menghomogenkan populasi, sehingga elemen dalam strata dibuat sehomogen mungkin. Untuk menghitung sampel menggunakan rumus:
Keterangan:
            = Sampel strata/ sampel sub populasi
                                           = Populasi strata/ sub populasi
  = Populasi
                                             = Sampel minimal
Dari rumus diatas kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Kelas VIII 1  =  = 2,74 = 3
Kelas VIII 2  =  = 2,74 = 3
Kelas VIII 3  =  = 2,88 = 3
Kelas VIII 4  = = 2,59 = 2
Kelas VIII 5  = = 2,88 = 3
Kelas VIII 6  = = 2,59 = 2
Kelas VIII 7  = = 2,88 = 3
Kelas VIII 8  = = 2,88 = 3
Kelas VIII 9  = = 2,88 = 3
Kelas VIII 10 = = 2,88 = 3


Kiteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah:
a.    Kriteria Inklusi
1)    Remaja yang memiliki siklus haidnya tiap bulan/ reguler
2)    Remaja yang ketika haid tidak meminum obat-obatan pereda nyeri (analgesik)
3)    Remaja yang ketika haid tidak meminum obat herbal (jamu)
4)    Remaja yang ketika haid tidak melakukan intervensi lain untuk mengurangi nyeri (terapi es dan panas, distraksi, relaksasi, imajinasi)
b.    Kriteria Eksklusi
1)    Remaja yang mempunyai riwayat kelainan ginekologis penyebab dismenorea sekunder seperti penyakit radang panggul, mioma uteri, polip endometrium, endometriosis
2)    Remaja yang memiliki riwayat penyakit berat seperti jantung, asma dan epilepsi
3)    Remaja yang memiliki riwayat trauma seperti fraktur dan cidera

C.   Pengumpulan Data

1.    Teknik Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang sesuai dengan variabel yang akan di teliti. Data primer adalah data yang diperoleh dengan memeriksa langsung obyek yang akan diteliti setelah di ketahui jumlah siswi remaja putri kelas VIII yang mengalami dismenorea. Penelitian ini menggunakan quasi eksperiment design “one group pre test-post test.”.
Peneliti melakukan pengukuran skala nyeri terhadap kelompok sampel kemudian melakukan intervensi 5 kali pada sore hari sebelum menstruasi pada bulan berikutnya. Kemudian peneliti mengukur kembali skala nyeri setelah dilakukan intervensi hari pertama menstruasi. Berikut langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan, antara lain:
a.    Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian yang dikeluarkan oleh Prodi Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi dan ditujukan kepada Kepala Sekolah SMPN 9 Bandung
b.    Setelah peneliti mendapatkan izin dari Kepala Sekolah SMPN 9 Bandung, peneliti menyiapkan diri dengan melakukan terapi senam dismenorea
c.    Peneliti mendatangi sekolah SMPN 9 Bandung lalu mensosialisasikan kegiatan yang telah dilakukan di SMPN 9 Bandung. Peneliti juga meminta kerjasama dari guru selama penelitian berlangsung dan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, serta meminta izin disediakan ruangan untuk pelaksanaan terapi senam dismenorea
d.    Peneliti menentukan jumlah dan nama responden yang termasuk kriteria inklusi dengan total berjumlah 28 siswi
e.    Peneliti mengumpulkan responden dalam satu ruangan
f.     Peneliti menjelaskan tujuan prosedur penelitian dan teknik penelitian pada responden
g.    Peneliti meminta persetujuan dari calon responden untuk berpartisipasi dalam penelitian. Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi subjek penelitian. Setelah calon responden menyatakan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani lembar informed consent yang telah disiapkan peneliti
h.    Setelah responden mengisi informed consent, kemudian responden diminta untuk mengisi data demografi meliputi nama, usia, kelas, alamat, nomor kontak, tanggal pertama/ haid terakhir dan siklus menstruasi
i.      Pada saat responden sedang menstruasi pada hari pertama peneliti meminta responden untuk menghubungi peneliti atau peneliti menghubungi responden
j.      Peneliti mendatangi responden yang sedang menstruasi hari 24 jam pertama dan meminta responden mengisi skala nyeri (NRS) pada tahap pre-test
k.    Peneliti menginformasikan kepada responden bahwa terapi senam dismenorea dilakukan satu minggu sebelum menstruasi bulan berikutnya dan dilakukan sebanyak 5 hari berturut-turut dan lama terapi senam dismenorea adalah 30 menit
l.      Peneliti membagikan pedoman dan gambar terapi senam dismenorea
m.   Pelaksanaan terapi senam dismenorea dilakukan di ruang kelas SMPN 9 Bandung pukul 14.30 WIB dan pada hari libur sekolah terapi senam dismenorea dilakukan di rumah responden pada pukul 15.00 WIB dan alat yang digunakan adalah matras
n.    Setelah senam dilakukan selama 5 hari berturut-turut, selanjutnya peneliti menunggu responden menstruasi kemudian responden menghubungi peneliti/ peneliti menghubungi responden kemudian datang peneliti mengukur kembali skala nyeri pada haid pertama pada responden pada tahap post-test
o.    Peneliti memberikan reinforcement positif pada semua responden atas keterlibatannya dalam penelitian

2.    Instrument Penelitian

Instrumen penelitian adalah segala peralatan yang digunakan untuk memperoleh, mengelola, dan menginterpretasikan informasi dari para responden yang dilakukan dengan pola pengukuran yang sama (Nasir, Muhith, & Ideputri, 2011). Instrumen yang digunakan untuk alat ukur menggunakan lembar skala nyeri dismenorea (NRS) sedangkan untuk terapi senam dismenorea menggunakan SOP senam dismenorea.

3.    Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

a.    Uji Validitas
Validitas merupakan derajat ketetapan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan peneliti (Sugiyono, 2017). Pada penelitian ini pengukuran skala nyeri menggunakan Numerical Ratting Scale (NRS) dan senam dismenorea menggunakan SOP senam dismenorea dan alatnya menggunakan matras (Istiqomah, Efektivitas dismenore dalam mengurangi dismenore di SMUN 5 Semarang, 2009) dan (Laila, 2011) tidak dilakukan uji validitas karena alat yang digunakan sudah baku.
Dalam uji validitas ini peneliti memeriksa kelayakan dan kualitas dari matras supaya bisa digunakan sesuai dengan fungsinya.
b.    Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Saryono A. S., 2011). Pada penelitian ini pengukuran skala nyeri menggunakan Numerical Ratting Scale (NRS) dan senam dismenorea menggunakan SOP senam dismenorea dan alatnya menggunakan matras (Istiqomah, Efektivitas dismenore dalam mengurangi dismenore di SMUN 5 Semarang, 2009) dan (Laila, 2011) tidak dilakukan pengujian reliabilitas instrumen karena alat yang digunakan sudah baku. Dalam pengujian instrumen tersebut peneliti telah menguji kelayakan dan kualitas dari matras supaya bisa digunakan sesuai dengan fungsinya.

D.   Prosedur Penelitian

1.    Tahap persiapan

a.    Mencari masalah penelitian dan memilih pemilihan tempat untuk melakukan penelitian sesuai dengan data yang ada dan masalah yang ditemukan pada bulan Februari 2017
b.    Menetukan judul penelitian Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung Tahun 2017 pada bulan Februari 2017
c.    Mengajukan surat pengambilan data awal ke Bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) Provinsi Jawa Barat, Disdik (Dinas Pendidikan) Kota Bandung, pada 17 Maret 2017.
d.    Mendapatkan surat izin pengambilan data awal dari Bakesbangpol dengan nomor : 070 Tahun 2017 pada tanggal 09 Maret 2017 dan Disdik dengan nomor : 070 Tahun 2017 pada tanggal 17 Maret 2107.
e.    Melakukan studi pendahuluan ke SMP PGRI Cibeureum pada tanggal 3 Maret 2017
f.     Melakukan studi pendahuluan ke SMPN 9 Bandung pada tanggal 3 Maret 2017
g.    Menyusun proposal dan instrumen penelitian mulai pada bulan Februari 2017
h.    Melaksanakan seminar proposal penelitian pada tanggal April 2017
i.      Melakukan perbaikan hasil seminar (Perbaikan hasil seminar proposal sesuai dengan masukan dari penguji dan pembimbing)

2.    Tahap pelaksanaan

a.    Permohonan izin penelitian pada institusi yang terkait meliputi prodi Ilmu Keperawatan (S-1) dan sekolah di SMPN 9 Bandung. Mengurus surat izin penelitian dan menyerahkan surat izin penelitian ke sekolah SMPN 9 Bandung
b.    Melakukan pengumpulan data dan melakukan penelitian dengan memberikan lembar persetujuan kepada responden untuk meminta kesediannya menjadi responden dan melakukan senam dismenorea pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung
c.    Melakukan pengolahan data dan analisis data dengan memasukan data melalui komputer (Program Komputer)
d.    Menarik kesimpulan dan mengambil kesimpulan dari data yang telah diperoleh berdasarkan pengolahan dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya.

3.    Tahap akhir

a.    Penyusunan laporan penelitian pada bulan Juni sampai Juli
b.    Sidang atau presentasi hasil penelitian pada bulan Juli
c.    Perbaikan hasil sidang atau presentasi penelitian pada bulan Juli
d.    Penerbitan hasil penelitian pada bulan Juli

E.    Pengolahan Dan Analisis Data

1.    Pengolahan Data

Adapun proses pengolahan data dilakukan setelah data di kumpulkan secara lengkap dan dilakukan pengelompokan terlebih dahulu dihitung dan dimaksudkan secara manual yang selanjutnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data sebagai berikut (Notoatmodjo S. , 2014).
a.    Editing
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan pemeriksaan, kelengkapan, kejelasan, relevansi, konsiten pengamatan dan jawaban sehingga apabila terdapat data yang kurang langsung diperbaiki. Dalam pengolahan data proses editing dilakukan karena ada beberapa kesalahan seperti memasukan inisial Nn. M skala nyeri 8 dengan Nn. A skala nyeri 5.
b.    Scoring
Scoring merupakan tahap menilai untuk masing-masing pertanyaan tugas yang dilakukan dan menjumlahkan hasil yang didapat dari semua pertanyaan tiap responden (Nursalam, 2003). Pada instrumen skala nyeri 0-10, angka 0 menunjukan tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9 nyeri dan 10 nyeri hebat  (Perry & Potter, 2006).
c.    Memasukan Data (Data Entry) atau Procesing
Data Entry yaitu jawaban-jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan kedalam program atau software komputer. Data-data yang dimasukan yaitu skala nyeri dismenorea sebelum dan sesudah diberikan terapi senam dismenorea dari siswi kelas VIII.
d.    Pembersihan Data (Cleaning)
Cleaning yaitu pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Dalam pembersihan data ada beberapa yang diperbaiki yaitu memasukan inisial yang tertukar seperti memasukan inisial Nn. M skala nyeri 8 dengan Nn. A skala nyeri 5.

2.    Analisa Data

Dalam tahap ini data yang sudah terkumpul diolah dan dianalisis dengan komputer menggunakan program statistik. Lalu data dianalisis menggunakan dua cara sebagai berikut :

a.    Analisa Univariat

Analisa Deskriptif adalah analisa yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat sendiri maupun secara kelompok. Tujuan analisa deskriptif untuk membangun gambaran secara sistematis data yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenoma-fenomena yang diselidiki atau diteliti (Riyanto, 2011). Rumusan yang dipergunakan adalah :
1)    Normalitas data
Uji normalitas data terdiri dari tiga secara umum yang digunakan biasa oleh banyak peneliti yaitu, uji kolomogorov smirnov, uji shapiro wilk dan uji d’agostino person onimbus. Uji salah satu uji normalitas data yang akan digunakan peneliti terhadap penurunan nyeri dismenorea (data numerik) dengan cara mengeluarkan estimasi interval dengan analisis eksplorasi data dengan menggunakan uji shapiro wilk dengan nilai kemaknaan (p) > 0,005 untuk besar sampel <50 orang.
Pada penelitian ini uji normalitas data menggunakan uji shapiro wilk karena sampelnya kurang dari 50 orang. Berdasarkan hasil uji shapiro wilk didapatkan nilai Pre-test 0,092, Post-test 0,010 maka dapat disimpulkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji shapiro wilk tersebut data berdistribusi normal karena > 0,005.
2)    Standar Deviasi
Standar deviasi adalah suatu nilai yang menunjukan tingkat (derajat) variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari nilai reratanya. Untuk mencari standar deviasi digunakan rumus sebagai berikut :
S =
Keterangan :
Xi = masing-masing data
X = rata-rata
n = jumlah sampel
Pada penelitian ini Standar Deviasi yang didapatkan dari hasil pengolahan data yaitu pre-test dan post-test 1,124
3)    Rata-rata (mean)
Rata-rata (mean dipakai penelitian untuk menghitung rata-rata nyeri dismenorea dengan menggunakan rumus : Rata-rata hitung
(X) =∑
Keterangan :
X             = Rata-rata hitung sampel
           = Nilai dalam satu sampel
n             = Total banyaknya pengamatan dalam suatu
  sampel
Pada penelitian ini menggunakan nilai rata-rata (mean) karena data berdistribusi normal yaitu yang didapatkan dari hasil pengolahan data pre-test 4,86 termasuk kategori nyeri sedang dan post-test 2,54 termasuk kategori nyeri ringan.

b.    Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2014). Dalam penelitian ini, analisa bivariat digunakan untuk menganalisa pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea. Teknik analisa data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah Uji-t untuk menguji dua mean dependent antara satu kelompok data dependent. Tujuan pengujian ini adalah untuk menguji perbedaan mean antara satu kelompok data dependent/ subyek sama di ukur dua kali (Riyanto, 2011).
Analisa bivariat pada penelitian ini mengguankan uji t dependen dengan syarat :
1)    Data harus berdistribusi normal (wajib)
2)    Varians data tidak perlu diuji karena kelompok data berpasangan
3)    Jika memenuhi syarat (data berdistribusi normal), maka dipilih uji t berpasangan
4)    Jika tidak memenuhi syarat (data tidak berdistribusi normal) dilakukan transformasi data terlebih dahulu dahulu
5)    Jika variabel baru hasil transformasi berdistribusi normal, maka dipakai uji t berpasangan
6)    Jika variabel baru hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka lakukan uji wilcoxon (Dahlan, 2009).
Rumus uji t - dependen (Riyanto A. , 2011) :
  =
Keterangan  :
df                     : n-1
d (debar)         : rata-rata selisih/ deviasi pengukuran pertama                                                 dan kedua
S                      : standar deviasi dari nilai d
n                       : jumlah sampel
Berdasarkan hasil uji t-dependen didapatkan nilai p value 0,001 < 0,005 maka Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer.

F.    Etika Penelitian

Dalam kegiatan penelitian tidak akan terlepas antara hubungan atau relasi antara pihak-pihak yang berkepentingan, sekurang-kurangnya antara kedua belah pihak, yakni pihak peneliti dengan pihak subjek yang diteliti. Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut. Etika penelitian ini mencakup juga perilaku penelitian atau perlakuan peneliti terhadap subyek peneliti serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoatmodjo S. , 2014).
Secara garis besar, dalam melaksanakan sebuah penelitian ada  beberapa prinsip yang harus dipegang teguh (Milton, 1999 dalam Notoatmodjo, 2014).
1.    Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi (berpartisipasi).
Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip  menghormati harkat dan martabat subjek penelitian yaitu : peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subjek (informed consect), peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian, peneliti menjelaskan tentang pengunduran diri responden untuk yang tidak siap dijadikan objek penelitian, peneliti memberikan formulir lembar persetujuan dengan jaminan kerahasiaan (anonimitas). Pada saat penelitian jika ada responden yang keberatan untuk dilakukan penelitian maka peneliti mengganti dengan responden yang lain
2.    Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (Respect for privacy and confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan subjek. Peneliti cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden.
3.    Keadilan dan inklusivitas/ keterbukaan (Respect for justice and inclusiveness)
Prinsip keterbukan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan hati – hati. Untuk itu, lingkungan penlitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender, agama dan etnis.
4.    Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Balancing harms and benefits)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres maupun kematian subjek penelitian, dan mempertimbangkan kondisi dari responden.

G.   Lokasi dan Waktu Penelitian

1.    Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian ini yaitu di SMPN 9 Bandung

2.    Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMPN 9 Bandung dimulai pada tanggal 28 April-15 Juni 2017.

















BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.   Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian pada tanggal 28 April-15 Juni 2017 mengenai pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung. Penelitian yang dilakukan one group pretest dan post test ini dilakukan pada responden dengan jumlah 28 responden yang dilakukan pengolahan data dengan menggunakan uji t-dependent. Hasil penelitian ini akan di sajikan dalam tabel-tabel di bawah ini:

1.    Analisa Univariat

a.    Rerata Intensitas Nyeri Sebelum diberikan Terapi Senam Dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII
Distribusi rerata Intensitas Nyeri Sebelum diberikan Terapi Senam Dismenorea dengan analisis univariat yang disajikan dalam tabel berikut
Tabel 4.1 Rerata Intensitas Nyeri Sebelum diberikan Terapi Senam   Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII di SMPN 9 Bandung
Kategori
N
Mean (Rata-rata)
Standar Deviasi
Maximum
Minimum
Intensitas Nyeri Dismenorea sebelum
28
4,86        
2,155
     10
      2

Berdasarkan hasil tabel 4.1 diatas menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan intervensi sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang, (Sd=2,155), didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.
Sebelum dilakukan intervensi terdapat responden yang mengalami nyeri pada skala 2 ada 4 orang, skala 3 ada 6 orang, skala 4 ada 3 orang, skala 5 ada 4 orang, skala 6 ada 4 0rang, skala 7 ada 4 orang, skala 8 ada 2 orang, dan skala 10 ada 1 orang. Dari analisis data intensitas nyeri dismenorea rata-rata sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang.
Beberapa faktor yang mempengaruhi dismenorea primer antara lain usia menarche terjadi pada usia < 11 tahun, faktor psikologis seperti stres, faktor fisiologis yaitu jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah menstruasi yang merangsang hiperaktivitas uterus.
b.    Rerata Intensitas Nyeri Sesudah diberikan Terapi Senam Dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII
Distribusi rerata Intensitas Nyeri Sesudah diberikan Terapi Senam Dismenorea dengan analisis univariat yang disajikan dalam tabel berikut
Tabel 4.2 Rerata Intensitas Nyeri Sesudah diberikan Terapi Senam   Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII di SMPN 9 Bandung
Kategori
N
Mean (Rata-rata)
Standar Deviasi
Maximum
Minimum
Intensitas Nyeri Dismenorea sesudah
28
2,54
1,139
       6
      1
Berdasarkan hasil tabel 4.2 diatas menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai rata-rata intensitas nyeri setelah diberikan intervensi sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan, (Sd=1,139), didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1.

2.    Analisa Bivariat

a.    Perbedaan Intensitas Nyeri Dismenorea Primer Sebelum dan Sesudah diberikan Terapi Senam Dismenorea Pada Siswi Kelas VIII
Analisa bivariat digunakan untuk melihat perbedaan rerata nilai Intensitas Nyeri Dismenorea Primer Sebelum dan Sesudah diberikan Terapi Senam Dismenorea dengan analisis bivariat yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.3 Perbedaan Intensitas Nyeri Dismenorea Primer Sebelum dan Sesudah diberikan Terapi Senam Dismenorea Pada Siswi Kelas VIII
No
Karakteristik
Mean (rata-rata)
Standar Deviasi
P Value
N
1
Intensitas Nyeri Dismenorea Primer sebelum diberikan Intervensi

   4,86     
2,155
0,001
28
2
Intensitas Nyeri Dismenorea Primer Sesudah diberikan Intervensi

   2,54
1,139


Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukan hasil yang diperoleh nilai rata-rata inrensitas nyeri sebelum 4,86 dengan standar deviasi 2,155 dan nilaii intensitas nyeri sesudah 2,54 dengan standar deviasi 1,139. Hasil uji statistik di peroleh p value < α = 0,001 (α= 0,005) maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII, maka dalam hal ini Ho ditolak.

B.   Pembahasan

Interpretasi penelitian dijelaskan berdasarkan tujuan penelitian dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung. Interpretasi hasil penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut.

1.    Gambaran Intensitas Nyeri Dismenorea Primer sebelum diberikan Senam Dismenorea

Berdasarkan hasil tabel 4.1 diatas menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan intervensi sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang, (Sd=2,155), didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.
Hasil dari data responden yang dilakukan pada penelitian ini dengan kriteria remaja yang mengalami dismenorea primer, diperoleh data remaja yang mengalami dismenorea adalah remaja yang memiliki siklus haidnya tiap bulan/ reguler, remaja yang ketika haid tidak meminum obat-obatan pereda nyeri (analgesik), remaja yang ketika haid tidak meminum obat herbal (jamu), remaja yang ketika haid tidak melakukan intervensi lain untuk mengurangi nyeri (terapi es dan panas, distraksi, relaksasi, imajinasi). Menurut (Perry & Potter, 2006) dari kriteria responden tersebut intensitas nyeri masih termasuk dalam klasifikasi nyeri sedang yaitu responden mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya dan dapat mengikuti perintah dengan baik.
Respon yang menonjol muncul pada remaja yaitu terjadinya respon fisik dan psikologis saat dismenorea seperti nyeri perut bagian bawah yang dapat menyebar kearah pinggang dan paha merupakan respon fisik yang umum terjadi pada saat dismenorea, bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya (Prawirohardjo, 2007). Dampak psikologis dari dismenorea dapat berupa konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan (Kadek, Surinati, & Mastini, 2014).
Dismenorea adalah rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu aktivitas sehari-hari yang ditandai oleh kram yang terasa pada abdomen bagian bawah dan kadang-kadang diikuti oleh sakit kepala, keadaan mudah tersinggung, depresi serta perasaan lelah (Tiran, 2009).
Penyebab terjadinya nyeri dismenorea primer dikarenakan adanya peningkatan produksi prostaglandin. Peningkatan ini akan mengakibatkan kontraksi uterus dan vasokonstriksi pembuluh darah. Alirah darah yang menuju ke uterus menurun sehingga uterus tidak mendapat suplai oksigen yang adekuat sehingga menyebabkan nyeri (Kelly & Tracey, 2007).
Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Harahap (2013) bahwa dismenorea atau nyeri haid dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis seperti stres serta pengaruh dari hormon prostaglandin dan progesteron. Hal ini sejalan dengan pernyataan Winkjosastro (2008) yang menyatakan selama dismenorea, terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemik dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri di saat datang bulan. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. sifat rasa nyeri adalah kejang, biasanya terbatas pada perut bagian bawah tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan iritabilitas.
Menurut Morgan (2009) dan Khamzah (2015) Nyeri pada saat menstruasi terjadi karena adanya jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah menstruasi yang merangsang hiperaktivitas uterus. Peningkatan prostaglandin menyebabkan kontraksi myometrium meningkat sehingga mengakibatkan aliran darah haid berkurang dan otot dinding uterus mengalami iskemik dan disintegrasi endometrium sehingga mengalami vasoconstriction (penyempitan pembuluh darah). Dampak lain dari dismenorea yaitu salah satunya tidak stabilnya emosi. Ketidakstabilan emosi tersebut kemudian mempengaruhi psikis sehingga dapat membuat stres, depresi dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan dilapangan bahwa remaja yang mengalami dismenorea disebabkan karena peningkatan kadar prostaglandin dan kurangnya beraktivitas seperti olahraga dan terkadang pada saat menstruasi remaja hanya bermalas-malasan karena sakit pada daerah perut bagian bawah yang menjalar ke punggung dan paha. Beberapa orang remaja mengeluhkan mudah marah, cepat tersinggung, terkadang sakit kepala, mual dan susah berkonsentrasi pada saat belajar. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa remaja yang mengalami dismenorea primer sebelum diberikan terapi senam dismenorea masih tinggi sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.

2.    Gambaran Intensitas Nyeri Dismenorea Primer sesudah diberikan Senam Dismenorea

Berdasarkan hasil tabel 4.2 diatas menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai rata-rata intensitas nyeri setelah diberikan intervensi sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan, (Sd=1,139), didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1.
Dari analisis tersebut menunjukan bahwa nilai rata-rata intensitas nyeri pada remaja putri menurun sesudah diberikan terapi senam dismenorea yaitu rata-rata intensitas nyeri sebesar 2,54 termasuk kedalam kategori nyeri ringan. Terapi senam dismenorea ini diberikan pada remaja putri selama 30 menit selama 5 hari berturut-turut dengan memakai matras sebagai alasnya dan dalam kegiatan terapi ini responden mengikutinya dengan baik.
Senam dismenorea merupakan gerakan senam untuk membebaskan rasa nyeri saat haid. Gerakan senam dismenorea terdiri dari gerakan pemanasan, gerakan inti dan gerakan pendinginan. Inti dari senam ini adalah gerakannya lebih dipusatkan pada gerakan dari bagian panggul dimana di daerah tersebut terdapat alat reproduksi wanita beserta otot-otot yang berpengaruh terhadap nyeri dismenorea (Laila, 2011).
Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan olahraga/senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah, dan pernafasan (Harry, 2007). Sehingga olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.
Hal ini sejalan dengan penelitian Marlinda (2013) Olahraga seperti senam sangat dianjurkan untuk mengurangi dismenorea, karena pada saat melakukan senam, otak dan susunan syaraf tulang belakang akan menghasilkan endorphin, hormon yang berfungsi sebagai obat penenang alami dan menimbulkan rasa nyaman.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Trianingsih (2016) bahwa pada saat exercise, tubuh akan merangsang otak untuk mengirimkan impuls ke hipotalamus melalui HPA (Hipotalamus Pituitary Adrenal) sehingga dapat merangsang pengeluaran hormon endorphin terutama β-endorphin. Hormon endorphin berperan sebagai analgesik alami di dalam tubuh. Peningkatan metabolisme aliran darah pada pelvis yang muncul selama olahraga dapat mempengaruhi dismenorea. Peningkatan aliran darah tersebut dapat mengurangi nyeri iskemik selama menstruasi.
Menurut Sugani (2010) Senam dismenorea merupakan aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Saat melakukan senam, tubuh akan menghasilkan endorphin. Hormon endorphin yang semakin tinggi akan menurunkan atau meringankan nyeri yang dirasakan seseorang sehingga seseorang menjadi lebih nyaman, gembira, dan melancarkan pengiriman oksigen ke otot. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan dilapangan bahwa setelah kegiatan terapi senam dismenorea ini sebagian besar remaja mengatakan mengalami penurunan nyeri ketika menstruasi, merasa lebih nyaman, rileks, dan tidak mengganggu konsentrasi dalam belajar.
Dari hasil penelitian ini didapatkan intensitas nyeri dismenorea primer sesudah diberikan terapi senam dismenorea mengalami penurunan rata-rata intensitas nyeri sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1.

3.    Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan t-dependent, nilai rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan intervensi sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang dengan standar deviasi adalah ukuran standar penyimpangan dari nilai reratanya yaitu 2,155. Sedangkan nilai rata-rata intensitas nyeri setelah diberikan intervensi sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan, dengan standar deviasi 1,139. Hasil uji statistik di peroleh p value < α = 0,001 (α=0,005) maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan intensitas nyeri dismenorea primer sebelum dan sesudah diberikan terapi senam dismenorea pada sisiwi kelas VIII, maka dalam hal ini Ho ditolak.
Hasil pengamatan dilapangan bahwa remaja ini banyak yang mengalami nyeri pada saat menstruasi disebabkan karena dismenorea atau nyeri haid dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis seperti stres serta pengaruh dari hormon prostaglandin dan progesteron (Harahap, 2013). Hal ini sesuai pada saat penelitian didapatkan semua responden mengalami nyeri pada saat menstruasi, remaja hanya bermalas-malasan karena sakit pada daerah perut bagian bawah yang menjalar ke punggung dan paha. Beberapa orang remaja mengeluhkan mudah marah, cepat tersinggung, terkadang sakit kepala, mual dan susah berkonsentrasi pada saat belajar.
Menurut Morgan (2009) Nyeri pada saat menstruasi terjadi karena adanya jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah menstruasi yang merangsang hiperaktivitas uterus. Peningkatan prostaglandin menyebabkan kontraksi myometrium meningkat sehingga mengakibatkan aliran darah haid berkurang dan otot dinding uterus mengalami iskemik dan disintegrasi endometrium sehingga mengalami vasoconstriction (penyempitan pembuluh darah).
Menurut Harry (2007) Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan olahraga/senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, tekanan darah, dan pernafasan. Sehingga olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.
Menurut Tarigan (2013) tentang Pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi (Dismenorea) Pada Remaja Putri Di SMA Kartika Surabaya. Hasil uji ststistik dengan menggunakan wilcoxon diperoleh p value 0,001 maka nilai p value < α (0,005). Hal ini berarti Ho ditolak dan HI diterima. Kesimpulannya didapatkan bahwa ada pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi (Dismenorea) Pada Remaja Putri Di SMA Kartika Surabaya Tahun 2013.
Menurut Istiqomah (2009) tentang Efektivitas Senam Dismenorea Dalam Mengurangi Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMUN 5 Semarang. Hasil uji paired sample t-Test didapatkan nilai signifikan yaitu 0,001 yang nilainya lebih kecil dari taraf kesalahan α (0,005) atau dengan signifikan 95% dan nilai mean 3,733, sd 3,195, standard error mean 0,825. Nilai t tabel adalah 1,761, maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Efektivitas Senam Dismenorea Dalam Mengurangi Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMUN 5 Semarang di terima.
Setelah dilakukan penelitian dan hasil analisis di peroleh p value < α = 0,001 (α=0,005) maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan intensitas nyeri dismenorea primer sebelum dan sesudah diberikan terapi senam dismenorea ini menunjukan adanya pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII. Maka hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu Abdominal Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Dismenorea dan Efektivitas Senam Dismenorea Dalam Mengurangi Dismenorea.

C.   Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan dalam proses penelitian yaitu remaja yang menjadi responden tiba-tiba membatalkan untuk ikut berpartisipasi dalam senam dismenorea sehingga harus mengocok responden yang lain untuk dijadikan sampel, waktu yang dilakukan untuk pengambilan data menjadi lebih lama dikarenakan siklus menstruasi yang berbeda-beda, dan pada hari libur sekolah peneliti tidak melakukan senam di sekolah melainkan di rumah responden dan harus mengkoordinir responden yang lain untuk melakukan senam di salah satu rumah responden yang dijadikan sebagai tempat untuk melakukan terapi senam dismenorea.


















BAB V

SIMPULAN DAN SARAN


A.   Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung Tahun 2017. Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan terapi senam dismenorea dari 28 responden yaitu intensitas nyeri sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.
2.    Rata-rata intensitas nyeri setelah diberikan terapi senam dismenorea dari 28 responden yaitu intensitas nyeri sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1.
3.    Terdapat Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung dibuktikan dengan hasil uji statistik didapatkan Intensitas Nyeri yaitu nila P Value < α =0,001 (α=0,005). Hal ini dapat disimpulkan ada Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung Tahun 2017.

B.   Saran

1.    Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai referensi ilmiah yang dapat dijadikan bahan ajar dalam proses pembelajaran di Lab Skill seperti menerapkan terapi senam dismenorea sebagai upaya untuk mengurangi nyeri kepada mahasiswi-mahasiswi yang sedang mengalami dismenorea.
2.    Bagi Remaja Putri Di Sekolah
Mempertimbangkan penggunaan terapi senam dismenorea sebagai metode terapi non farmakologis dalam mengatasi masalah nyeri pada saat menstruasi. Dan terapi ini bisa dilakukan seminggu sebelum menstruasi selama 5 hari berturut-turut dengan waktu 30 menit.
3.    Bagi Peneliti Selanjutnya
Melihat hasil penelitian ini, maka diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti terapi non farmakologis yang lain seperti pengaruhs aroma terapi baik aroma terapi bunga ataupun buah dengan melakukan pijatan dan lain sebagainya dalam mengurangi nyeri dismenorea.







DAFTAR PUSTAKA

 

Aisyiyah. (2015). Gambaran Skala Nyeri Haid Pada Usia Remaja. Jurnal Keperawatan.
Anurogo, & Wulandari. (2011). Cara jitu mengatasi nyeri haid. Yogyakarta: C.V ANDI.
Anurogo, & Wulandari. (2011). Cara jitu untuk mengurangi nyeri haid. Yogyakarta: ANDI.
Baradero, S. M., Dayrit, S. M., & Siswadi, M. (2006). Klien Gangguan Sistem Reproduksi dan Seksualitas. Jakarta: EGC.
Benson. (2009). Obstetri ginekologi. Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan. Bandung: PT Refika Aditama.
Dahlan, M. S. (2012). Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Dariyo. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor Selatan: Galia Indonesia.
Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
Doheny dalam Hutahaean. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Fajaryati, N. (2010). Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Dismenorea Primer Remaja Putri di SMPN 2 Mirit Kebumen. Komunikasi Kesehatan Vol 3.
Handrawan, H. (2008). Ilmu kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Harahap, D. U. (2013). Pengaruh Senam Dismenore terhadap Penurunan Nyeri Dismenore pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Baso.
Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Harry dalam Marlinda. (2013). Dipetik 10 2016, dari Pengaruh senam dismenore terhadap penurunan dismenore pada remaja putri di Desa Sidoharjo Kecamatan Pati: http://klikharry.files.wordpress.com/2007/02/1.doc%20+%20endorphin%20+%20dalam%20+%20tubuh
Hurlock, E. B. (2014). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Ismarozi. (2015). Efektifitas senam dismenore terhadap penanganan nyeri haid primer pada remaja.
Istiqomah. (2009). Dipetik 10 2016, dari Efektivitas dismenore dalam mengurangi dismenore di SMUN 5 Semarang: eprint.undip.ac.id/9253/
Judha, Sudarti, & Fauziah. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kadek, Surinati, & Mastini. (2014). Hubungan dismenore dengan aktivitas belajar.
Kelly, & Tracey. (2007). Rahasia Alami Meringankan Sindrom Pramenstruasi. Jakarta: Erlangga.
Khamzah, S. N. (2015). Tanya Jawab Seputar Menstruasi. Yogyakarta: Flashbooks.
Laila, N. N. (2011). Buku pintar menstruasi. Jogjakarta: Buku Biru.
Manuaba. (2008). Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.
Marlinda, R. (2013). Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Dismenorea Pada Remaja Putri Di Desa Sidoharjo Kecamatan Pati.
Marwoto. (2008). Dipetik 12 20, 2016, dari Pengenalan macam-macam senam dan manfaatnya: http://eprints.undip.ac.id
Milton, 1999 dalam Notoatmodjo. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Morgan, & Hamilton. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta: EGC.
Nasir, A., Muhith, A., & Ideputri, M. E. (2011). Buku Ajar. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Notoatmodjo. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu keperawatan: pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Omidvar, S. (2012). Characteristics and Determinants of Pimary Dysmenorhea in Young Adults . American Medical.
Perry, & Potter. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik, Vol. 2 Alih Bahasa. Editor Monika Ester Dkk. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. (2007). Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-Sp.
Properawati, S., & Misaroh, S. (2009). Menarche menstruasi pertama penuh makna. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rahayu. (2013). Efektifitas senam dismenore dalam mengurangi dismenore pada mahasiswa program studi D III kebidanan.
Riyanto, A. (2011). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rumini, Sundari, & dkk. (2004). Perkembangan anak dan remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwono, S. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saryono, A. S. (2011). Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, SI dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sigit, P. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: CV. SAGUNG SETO.
Sugani, & Priandarini. (2010). Cara Cerdas Untuk Sehat. Jakarta: Transmedia.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumaryanti dalam Solihatunisa. (2012). Pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada Mahasiswi Program Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.
Tarigan, B. D. (2013). Pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi (Dismenorea) Pada Remaja Putri Di SMA Kartika Surabaya.
Tiran, D. (2009). Kamus Saku Bidan. Jakarta: EGC.
Trianingsih, N. W. (2016). Efektivitas Perbedaan Efektivitas Terapi Akupresure Dan Muscle Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Pada Remaja Putri Dengan Dismenorea.
Winkjosastro. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yusuf. (2009). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.












Patofisiologi Gagal Jantung Kronik

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Patofisiologi_gagal_jantung_kronik Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks dengan ge...