Masa remaja
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang
dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara 11 atau 12 tahun
sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih, 2004). Data demografi menunjukan bahwa remaja
merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. World Health Organization (WHO) dalam (Soetjiningsih, 2004) sekitar seperlima
dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada
di negara sedang berkembang.
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa
remaja sangat pesat, baik fisik maupun psikologis. Perkembangan yang pesat ini
berlangsung pada usia 11-16 tahun pada laki-laki dan 10-15 tahun pada
perempuan. Anak perempuan lebih cepat dewasa dibandingkan anak laki-laki.
Pesatnya perkembangan pada masa puber dipengaruhi oleh hormon seksual.
Organ-organ reproduksi pada masa puber telah mulai berfungsi. Salah satu ciri
masa pubertas adalah mulai terjadinya menstruasi pada perempuan. Adapun pada
laki-laki mulai mampu menghasilkan sperma. Memasuki usia remaja, beberapa jenis
hormon, terutama hormon estrogen dan progesteron, mulai aktif sehingga pada
diri anak perempuan mulai tumbuh payudara, pinggul melebar dan membesar dan
tumbuh rambut-rambut halus disekitar ketiak dan
kemaluan. Pada remaja laki-laki, hormon
testosteron akan mengakibatkan tumbuhnya rambut-rambut halus disekitar ketiak,
kemaluan, tumbuh janggut, dan kumis, terjadi perubahan suara, tumbuh jerawat
dan mulai di produksinya sperma yang pada sewaktu-waku tertentu keluar sebagai
mimpi basah (Properawati & Misaroh, 2009).
Setiap
bulan wanita melepaskan satu sel telur dari salah satu ovariumnya. Bila sel
telur ini tidak mengalami pembuahan maka akan terjadi perdarahan (menstruasi) (Properawati & Misaroh, 2009). Menstruasi adalah
perdarahan periodik normal uterus dan merupakan fungsi fisiologis yang hanya
terjadi pada wanita. Pada dasarnya haid merupakan proses katabolisme dan
terjadi di bawah pengaruh hormon hipofisis dan ovarium (Benson, 2009). Nyeri pada saat menstruasi atau haid
sering dikeluhkan seorang wanita sebagai sensasi tidak nyaman, karakteristik
nyeri ini sangat khas karena muncul secara reguler dan periodik menyertai
menstruasi yaitu rasa tidak enak di perut bagian bawah sebelum dan selama haid
disertai mual disebabkan meningkatnya kontraksi uterus. Beberapa remaja
terkadang merasakan nyeri dibagian punggung bagian bawah, pinggang, panggul otot
paha atas hingga betis. Hal ini dilaporkan sebagai dismenore (Winkjosastro,
2008).
Angka kejadian dismenorea di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50%
perempuan di setiap Negara mengalami dismenorea
(Fajaryati, 2010). Di Amerika Serikat diperkirakan 45-90%
perempuan mengalami dismenorea, dan 12% nyeri berat, 37% sedang, 49% ringan,
yang mengakibatkan 14% remaja putri tidak hadir disekolah. Selain
ketidakhadiran disekolah, dismenorea
ini juga berdampak pada kerugian ekonomi di Amerika Serikat tiap tahun yang
diperkirakan mencapai 600 juta jam kerja dan dua miliar dolar (Anurogo & Wulandari, 2011). Dismenorea di
Indonesia tahun 2008 sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36 dysmenorhea sekunder menurut Santoso
(2008). Di Amerika serikat diperkirakan hampir 90% wanita mengalami Dismenorea berat, yang menyebabkan
mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas
hidup individu masing-masing (Proverawati, Atikah, & Siti, 2009). Dismenorea di Jawa
Barat cukup tinggi, hasil penelitian didapatkan kejadian sebanyak 54,9% wanita
mengalami dismenorea, terdiri dari 24,5% mengalami dismenorea ringan, 21,28%
mengalami dismenorea sedang dan 9,36% mengalami dismenorea berat (Aisyiyah, 2015).
Dismenorea adalah nyeri pada daerah panggul
akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai segera
setelah mengalami menstruasi pertama (menarche).
Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun pada beberapa wanita nyeri bisa terus
dialami selama periode menstruasi yang bisa disebut dengan dismenorea primer (Properawati & Misaroh, 2009).
Penyebab terjadinya nyeri dismenorea primer
dikarenakan adanya peningkatan produksi prostaglandin. Peningkatan ini akan
mengakibatkan kontraksi uterus dan vasokonstriksi pembuluh darah. Alirah darah
yang menuju ke uterus menurun sehingga uterus tidak mendapat suplai oksigen
yang adekuat sehingga menyebabkan nyeri. Intensitas nyeri berbeda dipengaruhi
oleh deskripsi individu tentang nyeri, persepsi dan pengalaman nyeri (Kelly & Tracey, 2007).
Dampak psikologis dari dismenorea dapat
berupa konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan. Hal tersebut dapat
menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing. Sedikit tidak merasa nyaman
dapat dengan cepat berkembang menjadi suatu masalah besar dengan segala
kekesalan yang menyertainya. Hal tersebut akan mempengaruhi kecakapan dan
keterampilannya. Kecakapan dan keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik
kecakapan personal (personal skill)
yang mencakup; kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill) (Kadek, Surinati, & Mastini, 2014).
Secara umum penanganan nyeri terbagi dalam
dua kategori yaitu pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis. Secara
farmakologis nyeri dapat ditangani dengan terapi analgesik yang merupakan
metode paling umum digunakan untuk menghilangkan nyeri. Terapi ini dapat
berdampak ketagihan dan memberikan efek samping obat yang berbahaya bagi pasien (Perry &
Potter, 2005).
Sedangkan penanganan secara non farmakologis dapat dilakukan kompres hangat
atau mandi air hangat, massase, tidur yang cukup, hipnoterapi, teknik relaksasi
dan olahraga rigan seperti senam (Anurogo & Wulandari, 2011).
Senam dismenorea merupakan salah satu teknik
relaksasi. Olahraga atau latihan fisik yang dapat menghasilkan hormon
endorphin. Endorphin adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat
relaksi/tenang. Endorphin dihasilkan otak dan susunan syaraf tulang belakang.
Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak
yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk
mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.
Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di
dalam darah. Sehingga semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin
tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika
seseorang melakukan olahraga/senam, maka b-endorphin
akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik
yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri,
peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan
darah, dan pernafasan (Harry, 2007). Sehingga olahraga
atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.
Hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu, 2013) didapatkan bahwa
terdapat perubahan derajat nyeri bisa terlihat dari 60 responden yang diteliti,
terdapat 28,3% yang mengalami dismenorea berat sebelum melakukan senam
dismenorea, ketika setelah melakukan senam dismenorea terdapat penurunan jumlah
responden yang mengalami dismenorea berat sebesar 15%. Selain itu terdapat 1
responden yang ketika belum diberikan perlakuan mengalami dismenorea ringan,
tetapi setelah diberikan perlakuan rasa nyeri tersebut menghilang (tidak lagi
mengalami dismenorea). Dari hasil uji t tersebut didapat nilai p= 0,0001,
dimana nilai p lebih kecil dari nilai α, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara derajat dismenorea sebelum senam dan sesudah senam.
Penelitian yang dilakukan (Ismarozi, 2015) dengan dilakukan senam dismenorea sebanyak 5 kali, seminggu
sebelum menstruasi bulan berikutnya tubuh akan menjadi rileks sehingga otak
akan merangsang hipotalamus untuk menghasilkan endorphin. Peningkatan
b-endorphin berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, tubuh dapat
menciptakan perasaan nyaman dan enak, sehingga rasa nyeri yang dirasakan akan
berkurang, hasil uji Mann Whitney
menunjukan p value (0,016) <
(0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata
nyeri haid primer remaja pada kelompok eksperimen yang dibrikan senam dismenorea dan kelompok kontrol tanpa
diberikan senam dismenorea, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi senam dismenorea efektif dalam menangani intensitas nyeri haid primer pada
remaja.
Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil
laporan penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Baso dengan dilakukan senam
secara rutin 2x sehari selama 3 hari sebelum jadwal menstruasi (Harahap D. U., 2013) bahwa ada perbedaan tingkat dysmenorhea sebelum dan sesudah dilakukan senam dysmenorhea pada remaja di SMA Negeri 1
Baso yaitu terdapat selisih rata-rata skala nyeri dismenorea remaja putri
antara sebelum dan sesudah dilakukan senam dismenorea yaitu sebesar 1,7772. Hasil
uji statistik didapatkan nilai p= 0,000, α = 0,05 (p<α), dapat disimpulkan
senam dismenorea berpengaruh terhadap penurunan nyeri dismenorea pada remaja
putri di SMA Negeri 1 Baso tahun 2013. Penelitian (Harahap, 2013) terdapat perbedaan yang dilakukan
peneliti, yaitu peneliti yang melakukan penelitian pada siswi SMA sedangkan
peneliti melakukan penelitian pada siswi SMP yang terjadi dalam rentang usia
10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki
masa reproduksi. Remaja awal kurang memiliki pengetahuan dan sikap yang cukup
baik tentang perubahan-perubahan fisik dan psikologis terkait menarche (periode menstruasi yang
pertama terjadi pada masa pubertas seorang wanita). Gejala yang sering menyertai
menarche yaitu sakit kepala, pegal-pegal di kaki dan dipinggang untuk beberapa
jam, kram perut dan sakit perut (Properawati & Misaroh, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti pada tanggal 3 Maret 2017, dari hasil wawancara yang peneliti lakukan
dengan salah seorang guru SMP PGRI Cibeureum, didapatkan keterangan bahwa
banyak siswi yang mengeluh nyeri pada saat mestruasi. Dan dari beberapa
pertanyaan terkait dismenorea yang ditanyakan melalui wawancara secara langsung
didapatkan bahwa 10 dari 14 orang siswi kelas VIII di SMP PGRI Cibeureum juga
menyatakan bahwa mereka mengalami nyeri menstruasi/ dismenorea. Responden menangani nyeri tersebut dengan beberapa cara
diantaranya, meminum obat pereda nyeri sebanyak 5 orang, tidur sebanyak 3
orang, minum air putih sebanyak 2 orang.
Sedangkan di SMPN 9 Bandung, dari hasil
wawancara yang peneliti lakukan dengan salah seorang guru SMPN 9 Bandung yang
bertugas di bagian kurikulum dan kesiswaan, didapatkan keterangan bahwa banyak
siswi yang mengeluh nyeri pada saat menstruasi. Dan dari beberapa pertanyaan
terkait dismenorea yang ditanyakan melalui wawancara secara langsung didapatkan
bahwa 14 dari 16 orang siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung juga menyatakan bahwa
mereka mengalami nyeri menstruasi/ dismenorea.
Responden menangani nyeri tersebut dengan beberapa cara diantaranya, tidur
sebanyak 4 orang, mengoles minyak kayu putih sebanyak 4 orang, dan tidak
melakukan apa-apa sebanyak 6 orang.
Peran perawat dalam hal ini sebagai
edukator/ pendidik (Doheny
dalam Hutahaean, 2010), yaitu perawat membantu klien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan
tindakan yang diterima klien dengan menangani nyeri pada dismenorea dengan cara
mengajarkan senam dismenorea. Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik
untuk mengambil masalah penelitian tentang “Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap
Penurunan Nyeri Dismenorea Pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung Tahun 2017”.
Berdasarkan uraian pada latar belakang
tersebut maka dapat disusun rumusan masalah penelitian yaitu : Pengaruh Senam Dismenorea terhadap
Penurunan Nyeri Dismenorea pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.
Untuk mengetahui Pengaruh Senam Dismenorea
terhadap penurunan Nyeri Dismenorea pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.
1.
Untuk
mengetahui nilai rata-rata Nyeri Dismenorea sebelum dilakukan Senam Dismenorea
pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.
2.
Untuk
mengetahui nilai rata-rata Nyeri Dismenorea setelah dilakukan Senam Dismenorea
pada Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.
3.
Untuk
mengetahui Pengaruh Senam Dismenorea terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea pada
Siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.
Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sebagai masukan data bagi Ilmu
keperawatan terutama keperawatan maternitas.
Dalam penelitian ini, diharapkan agar hasilnya dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak yang memerlukan yaitu :
a. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian
dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang Senam Dismenorea serta mendapatkan kesempatan untuk megaplikasikan ilmu pengetahuan
selama pendidikan kemudian diharapkan dapat membandingkan teori-teori yang di
dapat di tempat perkuliahan dengan kenyataan di lapangan.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
program studi Keperawatan Stikes
Jenderal Achmad Yani Cimahi dalam
menambah referensi ilmiah tentang Senam Dismenorea.
c. Bagi Remaja
Putri di Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai alternatif bagi remaja putri dalam mengatasi nyeri dismenorea.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan referensi dan
literatur bagi peneliti selanjutnya dengan menggunakan variabel yang belum diteliti.
Remaja atau adolescence berasal
dari bahasa latin “adolescence” yang
berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence yang berasal dari bahasa inggris, saat ini mempunyai
arti yang cukup luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Properawati
& Misaroh, 2009).
Masa
remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa,
yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara 11 atau 12
tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih, 2004).
Secara
psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat
orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 2014).
Menurut
peneliti masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan
masa dewasa, yang mencakup kematangan mental, emosional dan fisik dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa.
Menurut (Properawati & Misaroh, 2009), pertumbuhan remaja
terbagi menjadi 5, yaitu:
a.
Pertumbuhan tinggi badan, tulang dan gigi
Pada remaja perempuan kecepatan pertumbuhan maksimal
dicapai 6-12 bulan sebelum menarche, dan ini dipertahankan hanya untuk beberapa
bulan, kemudian akan mengalami deselerasi untuk dua tahun berikutnya atau
lebih. Untuk pertumbuhan tulang, gambaran yang paling dini dan terpenting pada
remaja perempuan adalah pertumbuhan pada lebar panggul selama pubertas. Pada
remaja laki-laki mulai terjadi akselerasi pertumbuhan pada saat remaja, bahu
yang lebar, pinggul yang lebih sempit, kaki yang lebih panjang, dan relatif
lebih panjang pada ekstremitas atas, pertumbuhan tersebut disebabkan oleh
hormon androgen
b.
Pertumbuhan berat badan
Pada remaja perempuan, saat memasuki masa pubertas berat
badan mencapai kira-kira 60% berat dewasa. Mencapai puncak kecepatan berat
badan sekitar 8 kg/tahun. Pertumbuhan otot terjadi 3-6 bulan setelah pacu
tumbuh berat badan. Pada remaja laki-laki, pacu tumbuh berat badan terjadi
bersamaan dengan pacu tumbuh tinggi badan dan otot. Rata-rata kecepatan
pertumbuhan berat badan sekitar 9 kg/tahun.
c.
Pertumbuhan otot
Semua otot mengalami pertumbuhan selama masa pubertas.
Puncak kecepatan pertumbuhan otot (Peak Velocity Muscle Growth) lebih besar
pada laki-laki dari pada perempuan. Penambahan kekuatan otot terjadi pada
pubertas akhir, namun pada laki-laki akan terus bertambah dan mencapai maksimum
pada usia sekitar 25 tahun. Karena hormon androgen memegang peranan utama dalam
kekuatan otot, maka meningkatnya kekuatan otot berhubungan erat dengan tingkat
kematangan seksual.
d.
Pertumbuhan jaringan lemak
Pada remaja laki-laki, secara keseluruhan lemak truncal
(diukur sebagai lemak subkutan, daerah subscapular, suprailiacal, atau
abdomen). Sedangkan pada remaja perempuan lemk terjadi pada anggota gerak
maupun tubuhnya, terutama tubuh bagian bawah dan paha bagian belakang.
e.
Pertumbuhan organ reproduksi
Pada remaja perempuan tanda pubertas pertama pada umumnya
adalah pertumbuhan payudara, menstruasi pertama (menarche), pertumbuhan rambut
pada pubis. Pada remaja laki-laki terjadi pembesaran testis. Hal ini
dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang merangsang gonad untuk memproduksi
hormon testosteron pada laki-laki, dan hormon estrogen pada perempuan.
Menurut (Properawati & Misaroh, 2009), perkembangan remaja
terbagi menjadi 5, yaitu:
a.
Perkembangan fisik
Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik
berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktivitas pituitari pada saat ini
berakibat pada sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis yang
tersebar luas. Hormon-hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen
pada pria dan estrogen pada wanita, zat-zat yang juga dihubungkan dengan
penampilan ciri-ciri seksual sekunder: rambut wajah, tubuh, kelamin dan suara
yang mendalam pada pria; rambut tubuh dan kelamin, pembesaran payudara, dan
pinggul lebih lebar pada wanita. Selain perubahan-perubahan fisik, remaja juga
mengalami perubahan secara psikologis. Perkembangan jiwa pada masa remaja juga
semakin mantap. Pada akhir masa remaja, jiwanya sudah tidak mudah terpengaruh
serta sudah mampu memilih dan menyeleksi. Remaja juga mulai belajar bertanggung
jawab pada dirinya, keluarga, dan lingkungan. Remaja mulai sadar akan dirinya
sendiri dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak lagi.
b.
Perkembangan intelektual
Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal
operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan
logika pengurangan atau dedukasi. Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah
kompleks berkembang secara bertahap.
c.
Perkembangan seksual
Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas
bertanggungjawab atas munculnya dorongan seks.
d.
Perkembangan emosional
Masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) dikenal
dengan masa stormdan stress. Pada masa tersebut terjadi
pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan secara psikis.
e.
Perkembangan psikososial dan kepribadian remaja
1)
Kebebasan dan ketergantungan
Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional,
sementara orang tua masih ingin mengawasi dan melindungi anaknya dapat menimbulkan
konflik. Melalui proses remaja akan belajar untuk melakukan sesuatu secara
tepat, mengevaluasi kembali aturan-aturan, nilai dan batasan-batasan yang telah
diperoleh dari keluarga dan sekolah. Sedangkan ketergantungan ikatan emosional
dengan orang tua menjadi berkurang, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan
teman sebaya.
2)
Pembentukan identitas diri
Remaja berusaha melepaskan diri dari lingkungan dan
ikatan dengan orang tua karena mereka ingin mencari identitas diri. Dalam hal
ini remaja mengalami krisis identitas, yaitu suatu tahap untuk membuat
keputusan terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan dengan
pertanyaan tentang identitas dirinya.
Dismenorea adalah nyeri pada
daerah panggul akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali
dimulai segera setelah mengalami menstruasi pertama (menarche). Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun pada beberapa
wanita nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi (Proverawati
& Misaroh, 2009).
Dismenore (dysmenorrehea) berasal dari bahasa Yunani. Kata dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal;
meno yang berarti bulan; dan orrhea yang berarti aliran. Dismenorea
adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid/ menstruasi yang dapat
mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri atau
rasa sakit di daerah perut maupun panggul (Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah, 2012).
Penyebab dismenorea bermacam-macam, bisa karena penyakit (radang
panggul), endometriosis, tumor atau kelainan uterus, selaput dara atau vagina
tidak berlubang, stres atau cemas yang berlebihan. Penyebab lain dari dismenore
diduga terjadinya ketidakseimbangan hormonal dan tidak ada hubungan dengan
organ reproduksi (Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah, 2012).
Derajat
dismenorea terbagi menjadi 3 yaitu: (Manuaba, 2008)
a.
Dismenorea ringan
Berlangsung beberapa saat dan dapat
melanjutkan kerja sehari-hari.
b.
Dismenorea sedang
Diperlukan obat penghilang rasa
nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.
c.
Dismenorea berat
Perlu istirahat beberapa hari dan dapat
disertai sakit kepala, sakit pinggang, diare, dan rasa tertekan.
Menurut (Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah, 2012). Dismenorea dapat
digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan atau sebab yang
dapat diamati.
Berdasarkan jenis nyerinya adalah:
a.
Dismenorea spasmodik
Dismenorea spasmodik adalah nyeri
yang diasakan dibagian bawah perut dan terjadi sebelum atau segera setelah haid
dimulai. Dismenorea spasmodik dapat dialami oleh wanita muda maupun wanita
brusia 40 tahun keatas. Sebagian wanita yang mengalami dismenorea spasmodik,
tidak dapat melakukan aktivitas. Tanda spasmodik, antara lain:
1)
Pingsan
2)
Mual
3)
Muntah
4)
Dismenorea spasmodik dapat diobati atau dikurangi
dengan melahirkan, walaupun tidak semua wanita mengalami hal tersebut.
b.
Dismenorea kongestif
Dismenorea kongestif dapat diketahui
beberapa hari sebelum haid datang. Gejala yang ditimbulkan berlangsung 2 dan 3
hari sampai kurang dari 2 minggu. Pada saat haid datang, tidak terlalu
menimbulkan nyeri. Bahkan setelah hari petama haid, penderita dismenore kongestif
akan merasa lebih baik. Gejala yang ditimbulkan pada dismenorea kongestif,
antara lain:
1)
Pegal (pegal pada bagian paha)
2)
Sakit pada daerah payudara
3)
Lelah
4)
Mudah tersinggung
5)
Kehilangan keseimbangan
6)
Ceroboh
7)
Gangguan tidur
a.
Dismenorea primer
Dismenorea primer adalah nyeri
menstruasi yang dirasakan tanpa adanya kelainan pada alat reproduksi. Dengan
kata lain, ini adalah rasa nyeri yang biasa dirasakan oleh perempuan saat
mengalami haid. Rasa nyeri ini biasaya terjadi setelah 12 bulan atau lebih,
dimulai sejak haid yang pertama. Bahkan, ada sebagian perempuan yang selalu
merasakan nyeri setiap menstruasi datang. Untuk mengatasi dismenore ini, salah
satunya dapat dilakukan dengan menggunakan sesuatu yang hangat pada bagian
perut yang nyeri (Laila, 2011).
Dismenorea primer dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain kejiwaan, konstitusi, endokrin atau hormonal,
dan alergi.
1)
Faktor kejiwaan
Pada remaja yang secara emosional
tidak stabil (seperti mudah marah dan cepat tersinggung), apalagi jika tidak
mengetahui serta tidak mendapatkan pengetahuan yang baik tentang proses
menstruasi, maka hal ini dapat menyebabkan timbulnya nyeri menstruasi.
2)
Faktor konstitusi
Faktor konstitusi erat kaitannya
dengan faktor kejiwaan yang dapat pula menurunkan ketahanan tubuh terhadap rasa
nyeri. Adapun faktor konstitusi ini bentuknya seperti anemia atau penyakit
menahun yang dapat mempengaruhi timbulnya nyeri saat menstruasi.
3)
Faktor endokrin atau hormon
Faktor ini dikarenakan endometrium
memproduksi hormon prostaglandin F2 yang menyebabkan pergerakan otot-otot
polos. Jika jumlah prostaglandin yang berlebihan dilepaskan ke dalam peredaran
darah, maka akan menimbulkan nyeri saat menstruasi.
4)
Faktor alergi
Faktor ini merupakan teori yang
dikemukakan setelah dilakukan penelitian tentang adanya hubungan antara
dismenore dan migrain atau asma. Melalui penelitian tersebut, diduga bahwa
penyebab alergi ini ialah karena adanya toksin haid.
b.
Dismenorea sekunder
Dismenorea sekunder biasanya ditemukan
jika terdapat penyakit atau kelainan pada alat reproduksi. Nyeri dapat terasa
sebelum, selama, dan sesudah haid. Penyebab terjadinya dismenore sekunder bisa
diakibatkan oleh salfingitis kronis, yaitu infeksi yang lama pada saluran
penghubung rahim (uterus) dengan kandung telur (ovarium). Kondisi ini paling
sering ditemukan pada wanita berusia 30-45 tahun. Untuk penanganannya perlu
dilakukan konsultasi dokter serta pengobatan dengan antibiotika dan antiradang (Laila, 2011).
Nyeri pada saat menstruasi terjadi karena adanya jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada darah
menstruasi yang merangsang hiperaktivitas uterus.
Peningkatan prostaglandin menyebabkan kontraksi myometrium meningkat sehingga mengakibatkan aliran darah haid
berkurang dan otot dinding uterus
mengalami iskemik dan disintegrasi
endometrium sehingga mengalami vasoconstriction
(penyempitan pembuluh darah) (Morgan & Hamilton, 2009). Peningkatan kadar
prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid pada perempuan dengan
dismenorea berat. Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama
haid. Vasopressin (disebut juga: antidiuretic hormone, suatu hormon yang
disekresi oleh lobus posterior kelenjar pituitari yang menyempitkan pembuluh
darah, meningkatkan tekanan darah, dan mengurangi pengeluaran excretion + air seni) juga memiliki
peran yang sama (Anurogo & Wulandari, 2011)
Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan dicairan endometrium
perempuan dengan dismenore dan berhubungan baik dengan derajat nyeri.
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak tiga kali lipat terjadi dari
fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi
selama haid. Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan
progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium
dan kontraksi uterus yang berlebihan. Leukotriene
(suatu produk pengubahan metabolisme asam arakidonat, bertanggung jawab atas
terjadinya contraction (penyusutan
atau penciutan) otot polos (smooth
muscle) proses peradangan) juga telah diterima ahli untuk mempertinggi
sensitivitas nyeri serabut di uterus. Jumlah leukotriene yang signifikan telah
ditunjukan di endometrium perempuan penderita dismenore primer yang tidak
merespons terapi antagonis prostaglandin (Anurogo & Wulandari, 2011).
Hormon pituitari posterior, vasopressin terlibat pada hipersensitivitas
miometrium, mengurangi aliran darah uterus, dan nyeri pada penderita dismenore
primer. Paranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis
dan pelepasan prostaglandin. Hipotesis neuronal juga telah direkomendasikan
untuk patogenesis dismenore primer. Neuron nyeri tipe C di stimulasi oleh
metabolit anaerob yang diproduksi oleh ischemic
endometrium (berkurangnya suplai
oksigen ke membran mukosa kelenjar yang melapisi rahim) (Anurogo & Wulandari, 2011).
a.
Menstruasi pertama pada usia amat dini <11
tahun (earlier age at menarche).
Pada usia <11 tahun jumlah folikel-folikel
ovary primer masih dalam jumlah sedikit sehingga produksi estrogen masih sedikit
juga.
b.
Kesiapan dalam menghadapi menstruasi
Kesiapan sendiri lebih banyak
dihubungkan dengan faktor psikologis. Semua nyeri tergantung pada hubungan
susunan syaraf pusat, khususnya talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang
dialami akibat rangsang nyeri sendiri dapat tergantung pada latar belakang
pendidikan penderita. Pada dismenore, faktor pendidikan dan faktor psikologis
sangat berpengaruh. Nyeri dapat ditimbulkan atau diperberat oleh keadaan
psikologis penderita. Seringkali setelah menikah dismenorea hilang, dan jarang
menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (menikah dan
melahirkan) membawa perubahan fisiologik pada genetalia maupun perubahan
psikis.
c.
Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
Siklus haid yang normal adalah jika
seorang wanita memiliki jarak haid yang setiap bulannya relatif tetap yaitu
selama 28 hari. jika meleset pun, perbedaan waktunya juga tidak terlalu jauh
berbeda, tetap pada kisaran 21 hingga 35 hari, dihitung dari hari pertama haid
sampai bulan berikutnya. Lama haid dilihat dari darah keluar sampai bersih,
antara 2-10 hari. darah yang keluar dalam waktu sehari belum dapat dikatakan
sebagai haid. Namun bila telah lebih dari 10 hari, dapat dikategorikan sebagai
gangguan.
d.
Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
Jumlah darah haid biasanya sekitar
50ml hingga 100ml, atau tidak lebih dari 5x ganti pembalut per harinya. Darah menstruasi yang dikeluarkan seharusnya
tidak mengandung bekuan darah, jika darah yang dikeluarkan sangat banyak dan
cepat enzim yang dilepaskan di endometriosis mungkin tidak cukup atau terlalu
lambat kerjanya.
e.
Merokok (smoking)
Gangguan yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi tersebut dapat bermacam-macam bentuknya, mulai dari
gangguan haid, early menopause (lebih cepat berenti haid) hingga sulit untuk
hamil. Pada wanita perokok terjadi pula peningkatan resiko munculnya kasus
kehamilan di luar kandungan dan keguguran. Kandungan nikotin menyebabkan
gangguan pada proses pelepasa ovum dan memperlambat motilitas tuba, sehingga
risiko seorang wanita perokok untuk mengalami kehamilan di luar kandungan
menjadi 2-4 kali lebih tinggi
dibandingkan wanita bukan perokok. Zat yang menyebabkan seseorang ketagihan
merokok ini, ternyata mempengaruhi metabolisme estrogen. Sebagai hormon yang
salah satu tugasnya mengatur proses haid, kadar estrogen harus cukup dalam
tubuh. Gangguan pada metabolismenya akan menyebabkan haidtidak teratur. Bahkan
dilaporkan bahwa wanita perokok akan mengalami nyeri perut yang lebih berat
saat haid tiba.
f.
Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor
genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita
endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hai ini
disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi
sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi
estrogen dan progesteron yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel
endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan
peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
g.
Kegemukan (obesity)
Perempuan obesitas biasanya mengalami
anovulatory chronic atau haid tidak teratur secara kronis. Hal ini mempengaruhi
kesuburan, di samping juga faktor hormonal yang ikut berpengaruh. Perubahan
hormonal atau perubahan pada sistem reproduksi bisa terjadi akibat timbunan
lemak pada perempuan obesitas. Timbunan lemak memicu pembuatan hormon, terutama
estrogen.
h.
Konsumsi alkohol (alcohol consumption)
Konsumsi alkohol juga dapat meningkatkan
kadar estrogen yang efeknya dapat memicu lepasnya prostaglandin (zat yang
membuat otot-otot rahim berkontraksi) (Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah, 2012).
Dampak
psikologis dari dismenorea dapat berupa konflik emosional, ketegangan, dan
kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan
asing. Sedikit tidak merasa nyaman dapat dengan cepat berkembang menjadi suatu
masalah besar dengan segala kekesalan yang menyertainya. Hal tersebut akan
mempengaruhi kecakapan dan keterampilannya. Kecakapan dan keterampilan yang
dimaksud berarti luas, baik kecakapan personal (personal skill) yang mencakup; kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berfikir
rasional (thinking skill), kecakapan
sosial (social skill), kecakapan
akademik (academic skill) (Kadek, Surinati, & Mastini, 2014).
Langkah pencegahan ini adalah hal-hal yang dapat dilakukan sendiri oleh
seseorang yang nyeri haid, tanpa memerlukan obat-obatan. Caranya adalah dengan
memperhatikan pola dan siklus haidnya, lalu melakukan langkah-langkah
antisipasi agar tidak mengalami nyeri haid. Berikut adalah langkah-langkah
pencegahannya (Anurogo & Wulandari, 2011):
a.
Hindari stres. Sebisa mungkin hidup dengan
tenang dan bahagia. Tiak usah terlalu banyak pikiran, terutama pikiran negatif
yang menimbulkan kecemasan-kecemasan.
b.
Miliki pola makan yang teratur dengan asupan
gizi yang memadai, memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna. Apabila tidak tahu
berapa kadar dan porsi gizi yang diperlukan setiap hari agar sesuai dengan
keperluan, datanglah ke dokter atau ahli gizi. Sayur dan buah-buahan mutlak
diperlukan untuk hidup sehat.
c.
Saat menjelang haid, sebisa mungkin menghindari
makanan yang cenderung asam dan pedas.
d.
Istirahat yang cukup, menjaga kondisi agar tidak
terlalu lelah, dan tidak menguras energi secara berlebihan.
e.
Tidur yang cukup, sesuai standar keperluan
masing-masing 6-8 jam sehari sesuai dengan kebiasaan.
f.
Minum susu dengan kalsium tinggi. Jika tidak
gemar minum susu, bisa diganti dengan makanan atau suplemen tinggi kalsium.
g.
Lakukan olahraga secara teratur setidaknya 30
menit setiap hari. olahraga yang dipilih tidak harus olahraga berat. Misalnya:
sekedar berjalan-jalan santai selama 30 menit, jogging ringan, senam ringan,
maupun bersepeda. Olahraga secara teratur dapat memperlancar aliran darah pada
otot di sekitar rahim sehingga akan meredakan rasa nyeri pada saat haid.
h.
Lakukan peregangan (stretching) pereda nyeri haid setidaknya 5-7 hari sebelum haid.
Untuk dapat memastikan waktu secara tepat, buatlah kalender haid untuk mencatat
jadwal datang dan berakhirnya haid setiap bulan.
i.
Menjelang haid, cobalah berendam dengan air
hangat yang diberi garam mandi dan
bebrapa tetes minyak essensial bunga lavender atau sesuai dengan selera
masing-masing. Berendamlah selama 10-15 menit dan rasakan kesegaran serta
rileks di seluruh tubuh. Cara ini membantu memperlancar peredaran darah dalam
tubuh sehingga mencegah terjadinya nyeri haid.
j.
Usahakan tidak mengkonsumsi obat-obatan pereda
nyeri. Jika semua cara pencegahan tersebut tidak mengatasi nyeri. Lebih baik
segera kunjungi dokter untuk mengetahui penyebab nyeri haid yang
berkepanjangan. Bisa saja ada kelainan rahim atau penyakit lainnya.
k.
Selama masa haid jangan melakukan olahraga berat
atau bekerja berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan.
l.
Hindari mengkonsumsi alkohol, rokok, kopi,
maupun cokelat karena akan memicu bertambahnya kadar estrogen.
m.
Jangan makan segala sesuatu yang dingin secara
berlebihan, misalnya es krim. Perbanyak makan buah, sayur makanan berkadar
lemak rendah, konsumsi vitamin E, vitamin B6, dan minyak ikan untuk mengurangi
peradangan.
n.
Suhu panas merupakan ramuan tua yang perlu
dicoba, gunakan heating pad (bantal
pemanas), kompres handuk atau botol berisi air panas di perut dan punggung
bawah, serta minum minuman yang hangat. Pengaruhnya akan langsung meredakan
nyeri.
o.
Pijatan dengan aroma terapi juga dapat
mengurangi rasa tidak nyaman. Pijatan yang ringan dan melingkar dengan
menggunakan telunjuk pada perut bagian bawah akan membantu mengurangi nyeri
haid.
p.
Mendengarkan musik, membaca buku atau menonton
film juga dapat membantu mengurangi rasa sakit.
a.
Farmakologi
Menurut (Properawati & Misaroh, 2009), terapi farmakologi
terbagi menjadi 2 yaitu:
1)
Pemberian obat (analgesik) golongan Non Steroid
Anti Inflamasi (NSAI), misalnya: parasetamol atau asetamonofen (Sumagesic,
Panadol, dll), asam mefenamat (Ponstelax, Nichostan, dll), ibufropen (Ribunal,
Ostarin, dll), metamizol atau metampiron (Pyronal, Novalgin, dll), dan obat-obat
pereda nyeri lainnya.
b.
Non farmakologi
Menurut (Perry & Potter, 2006), terapi non
farmakologi terbagi menjadi 11 yaitu:
1)
Stimulasi dan massase kutaneus
Massase adalah stimulus tubuh secara
umum, sering dipusatkan pada punggung dari bahu. Massase dapat membuat pasien
lebih nyaman karena massase membuat relaksasi otot.
2)
Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan
prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
3)
Distraksi
Distraksi adalah pengalihan
perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri. Contoh seperti bernyanyi, berdoa,
menceritakan gambar atau foto dengan kertas, mendengarkan musik dan lain
sebagainya.
4)
Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik
pengendoran atau pelepasan ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri
atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas
dalam contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan).
5)
Imajinasi
Imajinasi merupakan khayalan atau
membayangkan hal yang lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
6)
Yoga dapat membantu mengurangi rasa sakit.
7)
Latian aerobik seperti senam dismenorea,
berjalan kaki, bersepeda dapat membantu memproduksi bahan alami yang dapat
memblok rasa sakit dan dapat memperlancar aliran oksigen dan darah ke alat
reproduksi sehingga tidak iskemik.
8)
Orgasme dapat meringankan kram menstruasi pada
beberapa perempuan
9)
Tidur yang cukup sebelum dan selama periode
menstruasi
10) Akupressur
Rasa nyeri dapat bersifat individual dan subjektif sehingga tidak ada
parameter yang dapat digunakan untuk menilai rasa nyeri. Beberapa metode dapat
digunakan dalam menilai rasa nyeri seperti unidimensi dan multidimensi. Skala
unidimensi merupakan metode sederhana dengan menggunakan suatu variiabel untuk
menilai intensitas rasa nyeri. Metode unidimensi yang dipakai adalah Numerical
Ratting Scale (NRS).
Metode sederhana ini biasanya digunakan secara efektif di rumah sakit dan
klinik. Numeric rating scale merupakan garis horizontal dengan skala angka
mulai dari 0 sampai dengan 10, angka 0 menunjukan tidak ada nyeri, 1-3 nyeri
ringan (secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik), 4-6 nyeri
sedang (secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi
nyeri, mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik), 7-9 nyeri
berat (secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi
masih respons terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikan, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, napas panjang, dan
distraksi), dan 10 nyeri hebat (klien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi dan
memukul) (Perry & Potter, 2006).
Cara penggunaan skala ini adalah: berilah salah satu angka sesuai dengan
intensitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS merupakan skala pengukuran nyeri
yang mudah dipahami oleh pasien, dalam penelitian ini skala nyeri NRS akan
diberi warna yang berbeda-beda. Oleh karena itu, skala NRS ini yang akan
digunakan sebagai instrumen penelitian.
Tidak
Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri Tak
Tertahankan
(Perry & Potter, 2006)
Keterangan:
0
: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan
Secara objektif responden dapat
berkomunikasi dengan baik
4-6 : Nyeri sedang
Secara objektif
responden mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya
dan dapat mengikuti perintah dengan baik
7-9 : Nyeri berat
Secara objektif
responden tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat di atasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 :
Nyeri tak tertahankan
Responden tidak
mampu lagi berkomunikasi dan disertai tindakan memukul.
Senam dismenorea merupakan gerakan senam
untuk membebaskan rasa nyeri saat haid (Laila, 2011).
Endorphin
adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaksi/tenang. Endorphin
dihasilkan otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi
sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman
dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada
saat kontraksi. Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga semakin
banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan
olahraga/senam, maka b-endorphin akan
keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi
untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin
terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat,
memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah, dan pernafasan (Harry, 2007). Sehingga olahraga
atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.
Tubuh bereaksi saat mengalami stres. Faktor stres ini dapat menurunkan
ketahanan terhadap rasa nyeri. Tanda pertama yang menunjukan keadaan stres
adalah adanya reaksi yang muncul yaitu menegangnya otot tubuh individu dipenuhi
oleh hormon stres yang menyebabkan tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh,
dan pernafasan meningkat. Disisi lain saat stres, tubuh akan memproduksi hormon
adrenalin, estrogen, progesteron serta prostaglandin yang berlebihan. Estrogen
dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan, sedangkan
progesteron bersifat menghambat kontraksi. Peningkatan kontraksi secara
berlebih ini menyebabkan rasa nyeri. Selain itu hormon adrenalin juga meningkat
sehingga menyebabkan otot tubuh tegang termasuk otot rahim dan dapat menjadikan
nyeri ketika haid (Handrawan,
Ilmu kandungan, 2008).
Melakukan olahraga tubuh akan menjadi rileks dan kadar endorphin akan dihasilkan
beragam di antara individu, seperti halnya faktor-faktor seperti kecemasan yang
mempengaruhi kadar endorphin. Individu dengan endorphin yang banyak akan lebih
sedikit merasakan nyeri. Sama halnya aktivitas fisik yang berat diduga dapat
meningkatkan pembetukan endorphin dalam sistem kontrol desendens (Smeltzer
& Bare, BG, 2002).
Peningkatan
kadar prostaglandin terjadi pada akhir fase luteal atau pada fase menstruasi
yaitu pada hari ke-28 sampai hari ke-2 atau 3 dalam siklus menstruasi. Gambaran
klinis dismenore primer termasuk
onset segera setelah menstruasi pertama dan biasanya berlangsung sekitar 48-72
jam, sering mulai beberapa jam sebelum atau sesaat setelah menstruasi (Anurogo
& Wulandari, 2011). Peningkatan kadar prostaglandin yang
diimbangi dengan senam yang menghasilkan endorphin maka diharapkan nyeri dapat
berkurang. Senam dilakukan setiap sore hari karena konsentrasi endorphin
terendah ditemukan pada saat malam hari dan tertinggi pada saat pagi hari (Harry dalam
Marlinda, 2013).
Gerakan senam dismenorea terdiri dari gerakan pemanasan, gerakan inti dan
gerakan pendinginan. Inti dari senam ini adalah gerakannya lebih dipusatkan
pada gerakan dari bagian panggul dimana di daerah tersebut terdapat alat
reproduksi wanita beserta otot-otot yang berpengaruh terhadap nyeri dismenorea.
Manfaat dari gerakan senam ini baru dapat dirasakan jika rutin dilakukan, setidaknya
5 kali dalam seminggu, misalnya untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi
rasa sakit saat menstruasi (Laila, 2011).
Dibawah ini merupakan gerakan senam dismenorea (Istiqomah, 2009) dan (Laila, 2011):
a.
Gerakan
Pemanasan
1)
Tarik
nafas dalam melalui hidung, sampai perut menggelembung dan tangan kiri
terangkat. Tahan sampai beberapa detik dan hembuskan lewat mulut.
2)
Kedua
tangan di pinggang, tunduk dan tegakkan kepala (2x8 hitungan)
3)
Kedua
tangan di pinggang, tempelkan telinga ke pundak ke kiri-ke kanan (2x8 hitungan)
4)
Kedua
tangan di pinggang, tengokan kepala ke kanan-kiri (2x8 hitungan)
5)
Putar
bahu bersamaan kedunya (2x8 hitungan)
b.
Gerakan
inti
Gerak badan 1:
1)
Berdiri
dengan tangan direntangkan ke samping dan kaki direnggangkan kira-kira 30-35
cm.
2)
Bungkukkan
di pinggang dan berputar ke arah kiri, mencoba menjamah kaki-kiri dengan tangan
kanan tanpa membengkokkan lutut.
3)
Lakukan
hal yang sama dengan tangan kiri menjamah kaki kanan.
4)
Ulangi masing-masing
posisi sebanyak empat kali.
Gerak badan 2:
1)
Berdirilah
dengan tangan di samping dan kaki sejajar.
2)
Luruskan
tangan dan angkat sampai melewati kepala. Pada waktu yang sama sepakkan kaki
kiri dengan kuat ke belakang.
3)
Lakukan
bergantian dengan kaki kanan.
4)
Ulangi
empat kali masing-masing kaki.
Gerak badan 3:
1)
Menguatkan
bokong: berlututlah diatas satu kaki dengan bertumpu pada kedua tangan. Angkat
kaki yang lain dan dorong sejauh mungkin ke arah samping.
2)
Pertahankan
posisi tersebut sampai hitungan 8.
3)
Lakukan
hal tersebut masing-masing pada kaki kiri dan kanan.
Gerak badan 4:
1)
Bungkukan
tubuh dengan kedua kaki rapat. Gunakan salah satu kaki hingga kaki terbuka
lebar.
2)
Pertahankan
posisi tersebut sampai hitungan 8.
3)
Lakukan
hal tersebut masing-masing pada kaki kiri dan kanan.
Gerak badan 5:
1)
Berbaringlah
dengan bertumbu pada salah satu sisi badan. Tekuk pinggul dan lutut. Rebahkan
satu kaki di lantai dan angkat kaki yang satunya. Gerakan kaki naik turun.
Lakukan hal tersebut sampai hitungan 8 masing-masing pada kaki kiri dan kanan.
2)
Masih
dalam keadaan berbaring, lalu tarik kedua lutut ke arah dada dengan bantuan
tangan. Gunakan kekuatan tangan. Biarkan punggung bawah rileks dan meregang.
Lakukan posisi ini sampai hitungan 8.
3)
Berbaring
lagi dengan bertumbu pada sisi badan yang satunya. Rebahkan satu kaki di lantai
dan angkat kaki yang satunya. Gerakan kaki naik turun. Lakukan hal tersebut
sampai hitungan 8 masing-masing pada kaki kiri dan kanan.
c.
Gerakan
pendinginan
1)
Lengan
dan tangan, genggam tangan kerutkan lengan dengan kuat tahan, lepaskan.
2)
Tungkai
dan kaki, luruskan kaki (dorsi fleksi), tahan beberapa detik, lepaskan.
3)
Seluruh
tubuh, kontraksikan/ kencangkan semua otot sambil nafas dada pelan teratur lalu
relaks (bayangkan hal yang menyenangkan).
Menurut (Marwoto, 2008), orang yang melakukan senam secara
teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik (good physical fitness). Unsur-unsurnya terdiri dari:
a.
Kekuatan otot
b.
Kelentukan persendian
c.
Kelincahan gerak
d.
Keluwesan
e.
Cardio
vascular fitness
f.
Neuro
musculair fitness
Apabila orang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan meningkat
jumlah atau volume darah, dan 20% darah terdapat di otak, maka akan terjadi
proses endorphin hingga terbentuk norepinefrin yang menimbulkan:
a.
Rasa gembira
b.
Rasa sakit hilang
c.
Adiksi (kecanduan gerak)
d.
Menghilangkan depresi
Menurut (Doheny dalam Hutahaean, 2010), peran merupakan
keadaan dari tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang,
sesuai dengan kedudukannya dalam suatu lingkungan. Peran perawat dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan
bersifat konstant. Peran perawat terdiri dari 8 elemen, yaitu:
1.
Care giver
(pemberi asuhan keperawatan)
Peran perawat sebagai care giver adalah: perawat sebagai
pelaku atau pemberi asuhan keperawatan yang dapat memberikan pelayanan
keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada klien dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana dan tindakan serta evaluasi keperawatan. Dalam penelitian ini
perawat membantu klien dalam mengatasi penurunan nyeri dengan mengajarkan senam
dismenorea.
2.
Client
advocate (pembela)
Peran perawat sebagai client advocate adalah: perawat sebagai
pembela atau penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya
pemenuhan kebutuhan klien, membela hak ataupun kepentingan klien dan membantu
klien untuk memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh
tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran perawat
dalam hal ini sekaligus mengharuskan perawat untuk bertindak sebagai narasumber
dan fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus
dijalani oleh klien. Dalam menjalani peran perawat sebagai advocate, perawat juga harus dapat melindungi dan memfasilitasi
keluarga dan masyarakat dalam pemberian pelayanan keperawatan.
3. Counsellor (konselor)
Peran perawat sebagai konselor
adalah: mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan
sehat-sakitnya. Interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk
meningkatkan kemampuan adaptasi klien, dan juga memberikan konseling atau bimbingan
kepada klien, keluarga maupun masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai
dengan prioritas masalah yang dialaminya. Konseling ini diberikan untuk
mengintegrasikan pengalaman klien terhadap kesehatannya, dan juga terhadap
pemecahan masalah yang difokuskan pada masalah keperawatan untuk mengubah
perilaku hidup klien kearah perilaku hidup sehat.
4.
Educator (pendidik)
Peran perawat sebagai pendidik klien
adalah: perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian
pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima
klien, sehingga klien atau keluarga dapat menerima tanggungjawab tehadap hal-hal
yang diketahuinya. Dalam penelitian ini, perawat membantu klien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan
tindakan yang diterima klien dengan menangani nyeri pada dismenorea dengan cara
mengajarkan senam dismenorea.
5.
Collaborator
(kolaborasi)
Peran perawat sebagai collaborator adalah: perawat bekerja
sama dengan keluarga dan tim kesehatan lainnya dalam menentukan rencana ataupun
pelaksanaan asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien untuk memenuhi
kebutuhan klien terhadap kesehatannya.
6.
Coordinator
(koordinator)
Peran perawat sebagai koordinator
adalah: perawat dalam memberikan perawatan kepada klien dapat memanfaatkan
semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan klien
secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun
tumpang tindih.
Hal-hal yang perlu dilakukan perawat
dalam menjalankan perannya sebagai koordinator adalah:
a.
Memantau atau mengkoordinasi seluruh pelayanan
keperawatan
b.
Mengatur tenaga keperawatan yang bertugas
c.
Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan
d.
Memberikan informasi tentang hal-hal yang
terkait dengan pelayanan keperawatan pada sarana kesehatan
7.
Change
agen (pembaharu)
Peran perawat sebagai pembaharu
adalah perawat mengadakan inovasi atau pembaharuan kepada klien terhadap cara
berfikir, bersikap dan bertingkahlaku untuk meningkatkan keterampilan klien atau
keluarga untuk mencapai hidup yang sehat.
8.
Consultan (konsultan)
Peran perawat sebagai konsultan
adalah: perawat sebagai pusat atau sumber informasi yang berkaitan dengan
kondisi klien.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penyebab dismenorea :
1. Dismenorea primer:
a. Peningkatan prostaglandin
b. Peningkatan frekuensi kontraksi
uterus
c. Psikis
2. Dismenorea sekunder
a. Endometriosis
b. Mioma uteri (tumor jinak
kandungan)
c. Stenosis serviks
d. Malposisi uterus
|
|
|
|
|
Penatalaksanaan Dismenorea:
1. Farmakologi
a. Pemberian obat (analgesik)
|
|
|
|
2. Non Farmakologi
a. Stimulasi dan massase
kutaneus
b. Terapi es dan panas
c. Distraksi
d. Relaksasi
e. Imajinasi
f. Yoga
g. Latihan aerobik : senam
dismenorea
h. Orgasme
i. Tidur yang cukup
j. Akupressur
|
|
(Anurogo & Wulandari, 2011) (Laila, 2011) (Judha, Sudarti, & Fauziah,
2012)
Paradigma
penelitian merupakan esensi tinjauan pustaka berupa teori atau konsep yang
digunakan oleh peneliti dalam membangun kerangka penelitian (Budiman, 2011). Dismenorea adalah nyeri pada daerah
panggul akibat menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai
segera setelah mengalami menstruasi pertama (menarche). Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun pada beberapa
wanita nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi. (Proverawati & Misaroh, 2009).
Senam dismenorea merupakan gerakan senam untuk membebaskan rasa nyeri
saat haid (Laila, 2011). Gerakan ini terdiri
dari gerakan pemanasan, gerakan inti dan gerakan pendinginan. Inti dari senam
ini adalah gerakannya lebih dipusatkan pada gerakan dari bagian panggul dimana
di daerah tersebut terdapat alat reproduksi wanita beserta otot-otot yang
berpengaruh terhadap nyeri dismenore.
Lakukan latihan secara teratur dan konsisten untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan, misalnya untuk
menghilangkan
atau setidaknya mengurangi rasa sakit saat menstruasi (Laila, 2011).
Melakukan peregangan (stretching)
pereda nyeri haid setidaknya 5-7 hari sebelum haid. Untuk dapat memastikan
waktu secara tepat, buatlah kalender haid untuk mencatat jadwal datang dan
berakhirnya haid setiap bulan (Anurogo & Wulandari, 2011)
Berdasarkan pada teori konsep diatas, maka untuk lebih jelas dapat
dilihat pada skema sebagai berikut.
Variabel Independent
Variabel Dependent
Keterangan
:
: Yang
Diteliti
: Yang Tidak Diteliti
Modifikasi dari (Properawati & Misaroh, 2009) dan (Perry & Potter, 2005)
Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode quasi eksperimen design. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian quasy
eksperimen design dengan one group pretest-postest
dari kelompok intervensi. Sebelum dilakukan intervensi terlebih dahulu
dilakukan pengkuran awal (pre test) untuk menentukan kemampuan atau nilai awal
responden sebelum intevensi (uji coba). Selanjutnya intervensi sesuai dengan
prosedur intervensi yang telah direncanakan. Secara skematik rancangan penelitian
dapat dilihat pada skema sebagai berikut:
Pre test Post
test
Keterangan :
: Pengukuran nyeri dismenorea
sebelum diberikan senam
dismenorea (pre-test)
: Senam dismenorea
: Pengukuran nyeri dismenorea
setelah diberikan senam
dismenorea (post-test)
Ada pengaruh senam dismenorea
terhadap penurunan nyeri dismenorea primer
pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung Tahun 2017.
Tidak ada pengaruh senam dismenorea
terhadap penurunan nyeri dismenorea
primer pada siswi kelas VIII di SMPN
9 Bandung Tahun 2017.
Variabel
adalah suatu sifat yang diukur atau diamati yang nilainya bervariasi antara
satu objek yang lainnya dan terukur (Riyanto, 2011).
a.
Variabel
Bebas (Independen Variable)
Variabel Independen yaitu variabel perlakuan untuk diketahui hubungannya
terhadap varibel terkait (Riyanto, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah senam dismenorea.
b.
Variabel
Terikat (Dependen Variabel)
Variabel
Dependen yaitu varibel yang timbul dan cepat dipengaruhi variabel bebas (Riyanto, 2011). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri dismenorea.
Tabel 3 1 Variabel dan Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi Konseptual
|
Definisi
Operasional
|
Alat ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala
|
1
|
Senam Dismenorea
|
Gerakan senam untuk membebaskan rasa nyeri saat haid (Laila, 2011)
|
Suatu gerakan senam yang dilakukan 1 minggu sebanyak 5 kali sebelum
haid yang akan datang
|
SOP senam dismenorea
|
Diberikan
|
-
|
2
|
Nyeri
Dismenorea
|
Perasaan
tidak nyaman yang dirasakan remaja saat menstruasi akibat kontraksi uterus
(dismenorea) (Anurogo & Wulandari, 2011)
|
Rasa nyeri
akibat menstruasi yang dirasakan berdasarkan respon responden
|
Lembar
skala nyeri
NRS (Numerical Ratting Scale)
|
Skala
nyeri dinyatakan dengan skor 0 -10
|
Interval
|
1.
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah
remaja putri kelas VIII yang mengalami dismenorea
primer di SMPN 9 Bandung yang berjumlah 194 orang pada tahun 2017.
2.
Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi
yang diharapkan dapat mewakili atau representatif populasi (Riyanto A. , 2011).
a.
Besar sampel
Besarnya sampel dalam penelitian ini
dihitung menggunakan rumus numerik berpasangan sebagai berikut (Saryono A.
S., 2011).
²
Keterangan : Zα = Deviat baku alfa ditetapkan 5%=1,645
Zβ =
Deviat baku beta ditetapkan 20%=0,842
S = Simpangan baku dari selisih nilai
antar
Kelompok=3,44 (Harahap D. U., 2013)
x1-x2 = Selisih minimal rerata yang
dianggap bermakna=1,72
(Harahap D. U., 2013)
²
=
=
= (5)²
= 25
Untuk mengantisipasi jika ada
responden yang sakit atau mengundurkan diri pada saat proses penelitian maka
peneliti mempertimbangkan dropout
sebesar 10% dengan rumus: (Dharma, 2011)
Keterangan:
= Besar sampel yang dihitung
= Besar sampel
perhitungan awal
= Perkiraan proporsi dropout 10%
Berdasarkan rumus diatas perhitungan
sampel dalam penelitian ini adalah:
= = 27,78 =28
Dari perhitungan rumus diatas, besar sampel dalam penelitian ini
adalah sebanyak 28 orang siswa yang tersebar dalam kelas VIII 1,VIII 2, VIII 3,
VIII 4, VIII 5, VIII 6, VIII 7, VIII 8, VIII 9, dan VIII 10.
b.
Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah probability sampling yaitu stratified random sampling, dimana metode pengambilan sampel dari
populasi yang bersifat heterogen dibagi-bagi dalam lapisan-lapisan (strata).
Dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara acak. Pembuatan strata atau
tingkatan dilakukan untuk menghomogenkan populasi, sehingga elemen dalam strata
dibuat sehomogen mungkin. Untuk menghitung sampel menggunakan rumus:
Keterangan:
= Sampel strata/ sampel sub populasi
= Populasi strata/ sub populasi
= Populasi
= Sampel minimal
Dari rumus diatas kemudian dilakukan perhitungan sebagai
berikut:
Kelas VIII 1 = = 2,74 = 3
Kelas VIII 2 = = 2,74 = 3
Kelas VIII 3 = = 2,88 = 3
Kelas VIII 4 = = 2,59 = 2
Kelas VIII 5 = = 2,88 = 3
Kelas VIII 6 = = 2,59 = 2
Kelas VIII 7 = = 2,88 = 3
Kelas VIII 8 = = 2,88 = 3
Kelas VIII 9 = = 2,88 = 3
Kelas VIII 10 = = 2,88 = 3
Kiteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah:
a.
Kriteria Inklusi
1)
Remaja yang memiliki siklus haidnya tiap
bulan/ reguler
2)
Remaja yang ketika haid tidak meminum
obat-obatan pereda nyeri (analgesik)
3)
Remaja yang ketika haid tidak meminum
obat herbal (jamu)
4)
Remaja yang ketika haid tidak melakukan
intervensi lain untuk mengurangi nyeri (terapi es dan panas, distraksi,
relaksasi, imajinasi)
b.
Kriteria Eksklusi
1)
Remaja yang mempunyai riwayat kelainan
ginekologis penyebab dismenorea sekunder seperti penyakit radang panggul, mioma
uteri, polip endometrium, endometriosis
2)
Remaja yang memiliki riwayat penyakit
berat seperti jantung, asma dan epilepsi
3)
Remaja yang memiliki riwayat trauma
seperti fraktur dan cidera
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang sesuai dengan
variabel yang akan di teliti. Data primer adalah data yang diperoleh dengan
memeriksa langsung obyek yang akan diteliti setelah di ketahui jumlah siswi
remaja putri kelas VIII yang mengalami dismenorea. Penelitian ini menggunakan
quasi eksperiment design “one group pre test-post test.”.
Peneliti melakukan pengukuran skala nyeri terhadap kelompok sampel
kemudian melakukan intervensi 5 kali pada sore hari sebelum menstruasi pada
bulan berikutnya. Kemudian peneliti mengukur kembali skala nyeri setelah
dilakukan intervensi hari pertama menstruasi. Berikut langkah-langkah
pengumpulan data yang dilakukan, antara lain:
a.
Peneliti mengajukan surat permohonan izin
penelitian yang dikeluarkan oleh Prodi Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi dan
ditujukan kepada Kepala Sekolah SMPN 9 Bandung
b.
Setelah peneliti mendapatkan izin dari Kepala
Sekolah SMPN 9 Bandung, peneliti menyiapkan diri dengan melakukan terapi senam dismenorea
c.
Peneliti mendatangi sekolah SMPN 9 Bandung lalu
mensosialisasikan kegiatan yang telah dilakukan di SMPN 9 Bandung. Peneliti
juga meminta kerjasama dari guru selama penelitian berlangsung dan memberikan
penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, serta meminta
izin disediakan ruangan untuk pelaksanaan terapi senam dismenorea
d.
Peneliti menentukan jumlah dan nama responden
yang termasuk kriteria inklusi dengan total berjumlah 28 siswi
e.
Peneliti mengumpulkan responden dalam satu
ruangan
f.
Peneliti menjelaskan tujuan prosedur penelitian
dan teknik penelitian pada responden
g.
Peneliti meminta persetujuan dari calon
responden untuk berpartisipasi dalam penelitian. Setiap responden diberikan
kebebasan untuk memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi subjek
penelitian. Setelah calon responden menyatakan bersedia untuk mengikuti prosedur
penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani lembar informed consent yang telah disiapkan
peneliti
h.
Setelah responden mengisi informed consent, kemudian responden diminta untuk mengisi data
demografi meliputi nama, usia, kelas, alamat, nomor kontak, tanggal pertama/
haid terakhir dan siklus menstruasi
i.
Pada saat responden sedang menstruasi pada hari
pertama peneliti meminta responden untuk menghubungi peneliti atau peneliti menghubungi
responden
j.
Peneliti mendatangi responden yang sedang menstruasi
hari 24 jam pertama dan meminta responden mengisi skala nyeri (NRS) pada tahap
pre-test
k.
Peneliti menginformasikan kepada responden bahwa
terapi senam dismenorea dilakukan
satu minggu sebelum menstruasi bulan berikutnya dan dilakukan sebanyak 5 hari berturut-turut
dan lama terapi senam dismenorea adalah
30 menit
l.
Peneliti membagikan pedoman dan gambar terapi senam dismenorea
m.
Pelaksanaan terapi senam dismenorea dilakukan di ruang kelas SMPN 9 Bandung pukul 14.30
WIB dan pada hari libur sekolah terapi senam
dismenorea dilakukan di rumah responden pada pukul 15.00 WIB dan alat yang
digunakan adalah matras
n.
Setelah senam dilakukan selama 5 hari berturut-turut,
selanjutnya peneliti menunggu responden menstruasi kemudian responden
menghubungi peneliti/ peneliti menghubungi responden kemudian datang peneliti
mengukur kembali skala nyeri pada haid pertama pada responden pada tahap
post-test
o.
Peneliti memberikan reinforcement positif pada semua responden atas keterlibatannya
dalam penelitian
Instrumen penelitian adalah segala peralatan yang digunakan untuk
memperoleh, mengelola, dan menginterpretasikan informasi dari para responden
yang dilakukan dengan pola pengukuran yang sama (Nasir, Muhith, & Ideputri, 2011). Instrumen yang
digunakan untuk alat ukur menggunakan lembar skala nyeri dismenorea (NRS)
sedangkan untuk terapi senam dismenorea menggunakan SOP senam dismenorea.
a.
Uji
Validitas
Validitas merupakan derajat ketetapan antara data yang terjadi pada
obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan peneliti (Sugiyono, 2017). Pada penelitian ini pengukuran skala
nyeri menggunakan Numerical Ratting Scale
(NRS) dan senam dismenorea menggunakan SOP senam dismenorea dan alatnya
menggunakan matras (Istiqomah, Efektivitas dismenore dalam mengurangi dismenore di SMUN 5
Semarang, 2009)
dan (Laila, 2011) tidak dilakukan uji
validitas karena alat yang digunakan sudah baku.
Dalam uji validitas ini peneliti memeriksa kelayakan dan kualitas dari
matras supaya bisa digunakan sesuai dengan fungsinya.
b.
Reliabilitas
Instrumen
Reliabilitas
adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya
atau dapat diandalkan (Saryono A. S., 2011). Pada penelitian ini
pengukuran skala nyeri menggunakan Numerical
Ratting Scale (NRS) dan senam dismenorea menggunakan SOP senam dismenorea
dan alatnya menggunakan matras (Istiqomah, Efektivitas dismenore dalam mengurangi dismenore di SMUN 5
Semarang, 2009)
dan (Laila, 2011) tidak dilakukan
pengujian reliabilitas instrumen karena alat yang digunakan sudah baku. Dalam
pengujian instrumen tersebut peneliti telah menguji kelayakan dan kualitas dari
matras supaya bisa digunakan sesuai dengan fungsinya.
a.
Mencari
masalah penelitian dan memilih pemilihan tempat untuk melakukan penelitian
sesuai dengan data yang ada dan masalah yang ditemukan pada bulan Februari 2017
b.
Menetukan
judul penelitian Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea
Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung Tahun 2017 pada bulan Februari
2017
c.
Mengajukan
surat pengambilan data awal ke Bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik)
Provinsi Jawa Barat, Disdik (Dinas Pendidikan) Kota Bandung, pada 17 Maret
2017.
d.
Mendapatkan
surat izin pengambilan data awal dari Bakesbangpol dengan nomor : 070 Tahun
2017 pada tanggal 09 Maret 2017 dan Disdik dengan nomor : 070 Tahun 2017 pada
tanggal 17 Maret 2107.
e.
Melakukan
studi pendahuluan ke SMP PGRI Cibeureum pada tanggal 3 Maret 2017
f.
Melakukan
studi pendahuluan ke SMPN 9 Bandung pada tanggal 3 Maret 2017
g.
Menyusun
proposal dan instrumen penelitian mulai pada bulan Februari 2017
h.
Melaksanakan
seminar proposal penelitian pada tanggal April 2017
i.
Melakukan
perbaikan hasil seminar (Perbaikan hasil seminar proposal sesuai dengan masukan
dari penguji dan pembimbing)
a.
Permohonan
izin penelitian pada institusi yang terkait meliputi prodi Ilmu Keperawatan (S-1)
dan sekolah di SMPN 9 Bandung. Mengurus surat izin penelitian dan menyerahkan
surat izin penelitian ke sekolah SMPN 9 Bandung
b.
Melakukan
pengumpulan data dan melakukan penelitian dengan memberikan lembar persetujuan
kepada responden untuk meminta kesediannya menjadi responden dan melakukan senam
dismenorea pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung
c.
Melakukan
pengolahan data dan analisis data dengan memasukan data melalui komputer
(Program Komputer)
d.
Menarik
kesimpulan dan mengambil kesimpulan dari data yang telah diperoleh berdasarkan
pengolahan dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
a.
Penyusunan
laporan penelitian pada bulan Juni sampai Juli
b.
Sidang
atau presentasi hasil penelitian pada bulan Juli
c.
Perbaikan
hasil sidang atau presentasi penelitian pada bulan Juli
d.
Penerbitan
hasil penelitian pada bulan Juli
Adapun proses pengolahan data dilakukan setelah data di kumpulkan secara
lengkap dan dilakukan pengelompokan terlebih dahulu dihitung dan dimaksudkan
secara manual yang selanjutnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data sebagai berikut (Notoatmodjo
S. , 2014).
a.
Editing
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir
atau kuesioner. Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan pemeriksaan,
kelengkapan, kejelasan, relevansi, konsiten pengamatan dan jawaban sehingga
apabila terdapat data yang kurang langsung diperbaiki. Dalam pengolahan data
proses editing dilakukan karena ada beberapa kesalahan seperti memasukan
inisial Nn. M skala nyeri 8 dengan Nn. A skala nyeri 5.
b.
Scoring
Scoring merupakan tahap menilai untuk masing-masing pertanyaan tugas
yang dilakukan dan menjumlahkan hasil yang didapat dari semua pertanyaan tiap
responden (Nursalam, 2003). Pada instrumen skala nyeri 0-10, angka
0 menunjukan tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9 nyeri dan
10 nyeri hebat (Perry & Potter, 2006).
c.
Memasukan
Data (Data Entry) atau Procesing
Data Entry yaitu jawaban-jawaban dari masing-masing
responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan kedalam program atau software komputer. Data-data yang
dimasukan yaitu skala nyeri dismenorea sebelum dan sesudah diberikan terapi senam dismenorea dari siswi kelas VIII.
d.
Pembersihan
Data (Cleaning)
Cleaning yaitu pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi. Dalam pembersihan data ada beberapa yang diperbaiki
yaitu memasukan inisial yang tertukar seperti memasukan inisial Nn. M skala
nyeri 8 dengan Nn. A skala nyeri 5.
Dalam tahap ini data yang sudah
terkumpul diolah dan dianalisis dengan komputer menggunakan program statistik.
Lalu data dianalisis menggunakan dua cara sebagai berikut :
Analisa Deskriptif adalah
analisa yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat sendiri maupun secara
kelompok. Tujuan analisa deskriptif untuk membangun gambaran secara sistematis
data yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenoma-fenomena
yang diselidiki atau diteliti (Riyanto, 2011). Rumusan yang dipergunakan adalah :
1)
Normalitas
data
Uji normalitas data terdiri dari tiga secara umum yang digunakan biasa
oleh banyak peneliti yaitu, uji kolomogorov smirnov, uji shapiro wilk dan uji
d’agostino person onimbus. Uji salah satu uji normalitas data yang akan
digunakan peneliti terhadap penurunan nyeri dismenorea (data numerik) dengan
cara mengeluarkan estimasi interval dengan analisis eksplorasi data dengan
menggunakan uji shapiro wilk dengan nilai kemaknaan (p) > 0,005 untuk besar
sampel <50 orang.
Pada penelitian ini uji normalitas data menggunakan uji shapiro wilk
karena sampelnya kurang dari 50 orang. Berdasarkan hasil uji shapiro wilk
didapatkan nilai Pre-test 0,092, Post-test 0,010 maka dapat disimpulkan hasil
uji normalitas data dengan menggunakan uji shapiro wilk tersebut data
berdistribusi normal karena > 0,005.
2)
Standar
Deviasi
Standar deviasi adalah suatu nilai yang menunjukan tingkat (derajat) variasi
kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari nilai reratanya. Untuk
mencari standar deviasi digunakan rumus sebagai berikut :
S =
Keterangan :
Xi =
masing-masing data
X = rata-rata
n = jumlah
sampel
Pada penelitian
ini Standar Deviasi yang didapatkan dari hasil pengolahan data yaitu pre-test
dan post-test 1,124
3)
Rata-rata
(mean)
Rata-rata (mean dipakai penelitian untuk menghitung rata-rata nyeri
dismenorea dengan menggunakan rumus : Rata-rata hitung
(X)
=∑
Keterangan :
X = Rata-rata hitung
sampel
=
Nilai dalam satu sampel
n = Total banyaknya pengamatan dalam
suatu
sampel
Pada penelitian ini menggunakan nilai
rata-rata (mean) karena data berdistribusi normal yaitu yang didapatkan dari
hasil pengolahan data pre-test 4,86 termasuk kategori nyeri sedang dan
post-test 2,54 termasuk kategori nyeri ringan.
Analisis bivariat adalah
analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkolerasi (Notoatmodjo, 2014). Dalam penelitian ini, analisa bivariat
digunakan untuk menganalisa pengaruh senam dismenorea
terhadap penurunan nyeri dismenorea.
Teknik analisa data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah Uji-t untuk
menguji dua mean dependent antara satu kelompok data dependent. Tujuan
pengujian ini adalah untuk menguji perbedaan mean antara satu kelompok data
dependent/ subyek sama di ukur dua kali (Riyanto, 2011).
Analisa bivariat pada penelitian ini mengguankan uji t dependen dengan
syarat :
1)
Data
harus berdistribusi normal (wajib)
2)
Varians
data tidak perlu diuji karena kelompok data berpasangan
3)
Jika
memenuhi syarat (data berdistribusi normal), maka dipilih uji t berpasangan
4)
Jika
tidak memenuhi syarat (data tidak berdistribusi normal) dilakukan transformasi
data terlebih dahulu dahulu
5)
Jika
variabel baru hasil transformasi berdistribusi normal, maka dipakai uji t
berpasangan
6)
Jika
variabel baru hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka lakukan uji
wilcoxon (Dahlan, 2009).
Rumus uji t - dependen (Riyanto A. , 2011) :
=
Keterangan :
df : n-1
d (debar) : rata-rata selisih/ deviasi pengukuran pertama dan kedua
S : standar deviasi dari nilai d
n : jumlah sampel
Berdasarkan hasil uji t-dependen
didapatkan nilai p value 0,001 < 0,005 maka Ha diterima dan Ho ditolak,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh senam dismenorea terhadap
penurunan nyeri dismenorea primer.
Dalam kegiatan penelitian tidak
akan terlepas antara hubungan atau relasi antara pihak-pihak yang
berkepentingan, sekurang-kurangnya antara kedua belah pihak, yakni pihak
peneliti dengan pihak subjek yang diteliti. Kode etik penelitian adalah suatu
pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan
antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat
yang akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut. Etika penelitian ini
mencakup juga perilaku penelitian atau perlakuan peneliti terhadap subyek
peneliti serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoatmodjo
S. , 2014).
Secara garis besar, dalam
melaksanakan sebuah penelitian ada
beberapa prinsip yang harus dipegang teguh (Milton, 1999 dalam Notoatmodjo, 2014).
1.
Menghormati
harkat dan martabat manusia (Respect for
human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan
hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti
melakukan penelitian tersebut. Disamping itu, peneliti juga memberikan
kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan
informasi (berpartisipasi).
Beberapa tindakan yang terkait
dengan prinsip menghormati harkat dan
martabat subjek penelitian yaitu : peneliti mempersiapkan formulir persetujuan
subjek (informed consect), peneliti
menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian, peneliti menjelaskan tentang
pengunduran diri responden untuk yang tidak siap dijadikan objek penelitian,
peneliti memberikan formulir lembar persetujuan dengan jaminan kerahasiaan
(anonimitas). Pada saat penelitian jika ada responden yang keberatan untuk
dilakukan penelitian maka peneliti mengganti dengan responden yang lain
2.
Menghormati
privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (Respect
for privacy and confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak
dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan
informasi. Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya
kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi
mengenai identitas dan kerahasiaan subjek. Peneliti cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas
responden.
3.
Keadilan
dan inklusivitas/ keterbukaan (Respect
for justice and inclusiveness)
Prinsip keterbukan dan adil
perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan hati – hati.
Untuk itu, lingkungan penlitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip
keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini
menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang
sama, tanpa membedakan jender, agama dan etnis.
4.
Memperhitungkan
manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Balancing
harms and benefits)
Sebuah penelitian hendaknya
memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subjek
penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak
yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat
mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres maupun kematian
subjek penelitian, dan mempertimbangkan kondisi dari responden.
Lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian ini yaitu di SMPN 9 Bandung
Penelitian ini dilakukan di SMPN 9 Bandung dimulai pada tanggal 28
April-15 Juni 2017.
Setelah dilakukan penelitian pada tanggal 28 April-15 Juni 2017 mengenai pengaruh senam dismenorea terhadap
penurunan nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung.
Penelitian yang dilakukan one group
pretest dan post test ini
dilakukan pada responden dengan jumlah 28 responden yang dilakukan pengolahan
data dengan menggunakan uji t-dependent. Hasil penelitian ini akan di sajikan
dalam tabel-tabel di bawah ini:
a.
Rerata Intensitas Nyeri Sebelum diberikan Terapi
Senam Dismenorea terhadap penurunan
nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII
Distribusi rerata Intensitas Nyeri Sebelum
diberikan Terapi Senam Dismenorea dengan
analisis univariat yang disajikan dalam tabel berikut
Tabel 4.1 Rerata Intensitas Nyeri Sebelum diberikan Terapi
Senam Dismenorea Terhadap Penurunan
Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII di SMPN 9 Bandung
Kategori
|
N
|
Mean (Rata-rata)
|
Standar Deviasi
|
Maximum
|
Minimum
|
Intensitas Nyeri Dismenorea sebelum
|
28
|
4,86
|
2,155
|
10
|
2
|
Berdasarkan hasil tabel 4.1 diatas menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai
rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan intervensi sebesar 4,86 yaitu
intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang, (Sd=2,155),
didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.
Sebelum dilakukan intervensi terdapat responden yang mengalami nyeri pada
skala 2 ada 4 orang, skala 3 ada 6 orang, skala 4 ada 3 orang, skala 5 ada 4
orang, skala 6 ada 4 0rang, skala 7 ada 4 orang, skala 8 ada 2 orang, dan skala
10 ada 1 orang. Dari analisis data intensitas nyeri dismenorea rata-rata
sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri
sedang.
Beberapa faktor yang mempengaruhi dismenorea primer antara lain usia
menarche terjadi pada usia < 11 tahun, faktor psikologis seperti stres, faktor
fisiologis yaitu jumlah prostaglandin F2α
yang berlebihan pada darah menstruasi yang merangsang hiperaktivitas uterus.
b.
Rerata Intensitas Nyeri Sesudah diberikan Terapi
Senam Dismenorea terhadap penurunan
nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII
Distribusi rerata Intensitas Nyeri Sesudah
diberikan Terapi Senam Dismenorea dengan
analisis univariat yang disajikan dalam tabel berikut
Tabel 4.2 Rerata Intensitas Nyeri Sesudah diberikan Terapi
Senam Dismenorea Terhadap Penurunan
Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII di SMPN 9 Bandung
Kategori
|
N
|
Mean (Rata-rata)
|
Standar Deviasi
|
Maximum
|
Minimum
|
Intensitas Nyeri Dismenorea sesudah
|
28
|
2,54
|
1,139
|
6
|
1
|
Berdasarkan hasil tabel 4.2 diatas menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai
rata-rata intensitas nyeri setelah diberikan intervensi sebesar 2,54 yaitu
intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan, (Sd=1,139),
didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1.
a.
Perbedaan Intensitas Nyeri Dismenorea Primer
Sebelum dan Sesudah diberikan Terapi Senam Dismenorea Pada Siswi Kelas VIII
Analisa bivariat digunakan untuk melihat
perbedaan rerata nilai Intensitas Nyeri Dismenorea Primer Sebelum dan Sesudah
diberikan Terapi Senam Dismenorea dengan analisis bivariat yang disajikan dalam
tabel berikut.
Tabel
4.3 Perbedaan Intensitas Nyeri Dismenorea Primer Sebelum
dan Sesudah diberikan Terapi Senam Dismenorea Pada Siswi Kelas VIII
No
|
Karakteristik
|
Mean (rata-rata)
|
Standar Deviasi
|
P Value
|
N
|
1
|
Intensitas Nyeri Dismenorea
Primer sebelum diberikan Intervensi
|
4,86
|
2,155
|
0,001
|
28
|
2
|
Intensitas
Nyeri Dismenorea Primer Sesudah diberikan Intervensi
|
2,54
|
1,139
|
|
|
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukan hasil yang diperoleh nilai
rata-rata inrensitas nyeri sebelum 4,86 dengan standar deviasi 2,155 dan nilaii
intensitas nyeri sesudah 2,54 dengan standar deviasi 1,139. Hasil uji statistik
di peroleh p value < α
= 0,001 (α= 0,005) maka
dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan intensitas nyeri sebelum dan
sesudah diberikan terapi senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea
primer pada siswi kelas VIII, maka dalam hal ini Ho ditolak.
Interpretasi penelitian dijelaskan berdasarkan tujuan penelitian dan hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan nyeri dismenorea
primer pada siswi kelas VIII di SMPN 9 Bandung. Interpretasi hasil penelitian
ini akan diuraikan sebagai berikut.
Berdasarkan hasil tabel 4.1 diatas
menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai rata-rata intensitas nyeri sebelum
diberikan intervensi sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk
kedalam kategori nyeri sedang, (Sd=2,155), didapatkan nilai maximum terletak
pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.
Hasil dari data responden yang
dilakukan pada penelitian ini dengan kriteria remaja yang mengalami dismenorea
primer, diperoleh data remaja yang mengalami dismenorea adalah remaja
yang memiliki siklus haidnya tiap bulan/ reguler, remaja yang ketika haid tidak
meminum obat-obatan pereda nyeri (analgesik), remaja yang ketika haid tidak
meminum obat herbal (jamu), remaja yang ketika haid tidak melakukan intervensi
lain untuk mengurangi nyeri (terapi es dan panas, distraksi, relaksasi,
imajinasi). Menurut (Perry & Potter, 2006)
dari kriteria responden tersebut intensitas nyeri masih termasuk dalam
klasifikasi nyeri sedang yaitu responden mendesis, menyeringai, dapat
menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya dan dapat mengikuti perintah
dengan baik.
Respon yang menonjol muncul pada
remaja yaitu terjadinya respon fisik dan psikologis saat dismenorea seperti
nyeri perut bagian bawah yang dapat menyebar kearah pinggang dan paha merupakan
respon fisik yang umum terjadi pada saat dismenorea, bersamaan dengan rasa
nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan
sebagainya (Prawirohardjo, 2007). Dampak psikologis dari dismenorea dapat
berupa konflik emosional, ketegangan, dan kegelisahan (Kadek, Surinati, & Mastini, 2014).
Dismenorea adalah rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu aktivitas
sehari-hari yang ditandai oleh kram yang terasa pada abdomen bagian bawah dan
kadang-kadang diikuti oleh sakit kepala, keadaan mudah tersinggung, depresi
serta perasaan lelah (Tiran, 2009).
Penyebab terjadinya nyeri dismenorea primer dikarenakan adanya
peningkatan produksi prostaglandin. Peningkatan ini akan mengakibatkan
kontraksi uterus dan vasokonstriksi pembuluh darah. Alirah darah yang menuju ke
uterus menurun sehingga uterus tidak mendapat suplai oksigen yang adekuat
sehingga menyebabkan nyeri (Kelly &
Tracey, 2007).
Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Harahap (2013) bahwa dismenorea
atau nyeri haid dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis seperti stres serta
pengaruh dari hormon prostaglandin dan progesteron. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Winkjosastro (2008) yang menyatakan selama dismenorea, terjadi
kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan
vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemik dan kram
pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri di saat datang bulan.
Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid
dan berlangsung untuk beberapa jam walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung
beberapa hari. sifat rasa nyeri adalah kejang, biasanya terbatas pada perut
bagian bawah tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan
dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare dan
iritabilitas.
Menurut
Morgan (2009) dan Khamzah (2015) Nyeri pada saat menstruasi terjadi
karena adanya jumlah prostaglandin F2α
yang berlebihan pada darah menstruasi yang merangsang hiperaktivitas uterus. Peningkatan prostaglandin
menyebabkan kontraksi myometrium
meningkat sehingga mengakibatkan aliran darah haid berkurang dan otot dinding uterus mengalami iskemik dan disintegrasi endometrium sehingga mengalami vasoconstriction (penyempitan pembuluh
darah). Dampak lain dari dismenorea yaitu salah satunya tidak stabilnya emosi. Ketidakstabilan emosi tersebut
kemudian mempengaruhi psikis sehingga dapat membuat stres, depresi dan
lain-lain. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan dilapangan bahwa remaja yang
mengalami dismenorea disebabkan karena peningkatan kadar prostaglandin dan
kurangnya beraktivitas seperti olahraga dan terkadang pada saat menstruasi
remaja hanya bermalas-malasan karena sakit pada daerah perut bagian bawah yang
menjalar ke punggung dan paha. Beberapa orang remaja mengeluhkan mudah marah,
cepat tersinggung, terkadang sakit kepala, mual dan susah berkonsentrasi pada
saat belajar. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa remaja yang
mengalami dismenorea primer sebelum diberikan terapi senam dismenorea masih
tinggi sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam
kategori nyeri sedang, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan
nilai minimum pada skala 2.
Berdasarkan hasil tabel 4.2 diatas
menunjukan hasil bahwa diperoleh nilai rata-rata intensitas nyeri setelah
diberikan intervensi sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk
kedalam kategori nyeri ringan, (Sd=1,139), didapatkan nilai maximum terletak
pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1.
Dari analisis tersebut menunjukan
bahwa nilai rata-rata intensitas nyeri pada remaja putri menurun sesudah
diberikan terapi senam dismenorea yaitu rata-rata intensitas nyeri sebesar 2,54
termasuk kedalam kategori nyeri ringan. Terapi senam dismenorea ini diberikan
pada remaja putri selama 30 menit selama 5 hari berturut-turut dengan memakai
matras sebagai alasnya dan dalam kegiatan terapi ini responden mengikutinya
dengan baik.
Senam dismenorea merupakan gerakan
senam untuk membebaskan rasa nyeri saat haid. Gerakan senam dismenorea terdiri
dari gerakan pemanasan, gerakan inti dan gerakan pendinginan. Inti dari senam
ini adalah gerakannya lebih dipusatkan pada gerakan dari bagian panggul dimana
di daerah tersebut terdapat alat reproduksi wanita beserta otot-otot yang
berpengaruh terhadap nyeri dismenorea (Laila, 2011).
Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Sehingga semakin
banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan
olahraga/senam, maka b-endorphin akan
keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik yang
berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin
terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat,
memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah, dan pernafasan (Harry,
2007). Sehingga olahraga atau senam akan efektif
dalam mengurangi masalah nyeri terutama nyeri dysmenorea.
Hal ini sejalan dengan penelitian Marlinda (2013) Olahraga seperti senam
sangat dianjurkan untuk mengurangi dismenorea, karena pada saat melakukan
senam, otak dan susunan syaraf tulang belakang akan menghasilkan endorphin,
hormon yang berfungsi sebagai obat penenang alami dan menimbulkan rasa nyaman.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Trianingsih (2016) bahwa pada
saat exercise, tubuh akan merangsang otak untuk mengirimkan impuls ke
hipotalamus melalui HPA (Hipotalamus
Pituitary Adrenal) sehingga dapat merangsang pengeluaran hormon endorphin
terutama β-endorphin. Hormon endorphin berperan sebagai analgesik alami di
dalam tubuh. Peningkatan metabolisme aliran darah pada pelvis yang muncul
selama olahraga dapat mempengaruhi dismenorea. Peningkatan aliran darah
tersebut dapat mengurangi nyeri iskemik selama menstruasi.
Menurut Sugani (2010) Senam dismenorea merupakan aktivitas fisik yang
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Saat melakukan senam, tubuh akan
menghasilkan endorphin. Hormon endorphin yang semakin tinggi akan menurunkan
atau meringankan nyeri yang dirasakan seseorang sehingga seseorang menjadi
lebih nyaman, gembira, dan melancarkan pengiriman oksigen ke otot. Hal ini
sesuai dengan hasil pengamatan dilapangan bahwa setelah kegiatan terapi senam
dismenorea ini sebagian besar remaja mengatakan mengalami penurunan nyeri
ketika menstruasi, merasa lebih nyaman, rileks, dan tidak mengganggu konsentrasi
dalam belajar.
Dari
hasil penelitian ini didapatkan intensitas nyeri dismenorea primer sesudah
diberikan terapi senam dismenorea mengalami penurunan rata-rata intensitas
nyeri sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam
kategori nyeri ringan, didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai
minimum pada skala 1.
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan t-dependent, nilai rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan
intervensi sebesar 4,86 yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam
kategori nyeri sedang dengan standar deviasi adalah ukuran standar penyimpangan
dari nilai reratanya yaitu 2,155. Sedangkan nilai rata-rata intensitas nyeri
setelah diberikan intervensi sebesar 2,54 yaitu intensitas nyeri dismenorea
termasuk kedalam kategori nyeri ringan, dengan standar deviasi 1,139. Hasil uji
statistik di peroleh p value < α = 0,001 (α=0,005) maka dapat disimpulkan
adanya perbedaan yang signifikan intensitas nyeri dismenorea primer sebelum dan
sesudah diberikan terapi senam dismenorea pada sisiwi kelas VIII, maka dalam
hal ini Ho ditolak.
Hasil pengamatan dilapangan bahwa
remaja ini banyak yang mengalami nyeri pada saat menstruasi disebabkan karena dismenorea atau nyeri haid dipengaruhi oleh
faktor fisik dan psikis seperti stres serta pengaruh dari hormon prostaglandin
dan progesteron (Harahap, 2013). Hal ini sesuai pada saat penelitian
didapatkan semua responden mengalami nyeri pada saat menstruasi, remaja hanya
bermalas-malasan karena sakit pada daerah perut bagian bawah yang menjalar ke
punggung dan paha. Beberapa orang remaja mengeluhkan mudah marah, cepat
tersinggung, terkadang sakit kepala, mual dan susah berkonsentrasi pada saat
belajar.
Menurut Morgan (2009) Nyeri pada saat menstruasi terjadi karena
adanya jumlah prostaglandin F2α
yang berlebihan pada darah menstruasi yang merangsang hiperaktivitas uterus. Peningkatan prostaglandin
menyebabkan kontraksi myometrium
meningkat sehingga mengakibatkan aliran darah haid berkurang dan otot dinding uterus mengalami iskemik dan disintegrasi endometrium sehingga mengalami vasoconstriction (penyempitan pembuluh
darah).
Menurut Harry (2007) Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali di
dalam darah. Sehingga semakin banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin
tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika
seseorang melakukan olahraga/senam, maka b-endorphin
akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di dalam hipotalamus dan sistem limbik
yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri,
peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, tekanan darah, dan pernafasan.
Sehingga olahraga atau senam akan efektif dalam mengurangi masalah nyeri
terutama nyeri dysmenorea.
Menurut Tarigan (2013) tentang Pengaruh Abdominal Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi (Dismenorea) Pada Remaja Putri Di SMA
Kartika Surabaya. Hasil uji ststistik dengan menggunakan wilcoxon diperoleh p value 0,001 maka nilai p value < α (0,005).
Hal ini berarti Ho ditolak dan HI diterima. Kesimpulannya didapatkan bahwa ada
pengaruh Abdominal Stretching Exercise
Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi (Dismenorea)
Pada Remaja Putri Di SMA Kartika Surabaya Tahun 2013.
Menurut Istiqomah (2009) tentang Efektivitas Senam Dismenorea Dalam
Mengurangi Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMUN 5 Semarang. Hasil uji paired sample t-Test didapatkan
nilai signifikan yaitu 0,001 yang nilainya lebih kecil dari taraf kesalahan α
(0,005) atau dengan signifikan 95% dan nilai mean 3,733, sd 3,195, standard
error mean 0,825. Nilai t tabel adalah 1,761, maka dapat disimpulkan Ho ditolak
dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Efektivitas Senam Dismenorea
Dalam Mengurangi Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMUN 5 Semarang di terima.
Setelah dilakukan penelitian dan hasil
analisis di peroleh p value < α = 0,001 (α=0,005) maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan
intensitas nyeri dismenorea primer sebelum dan sesudah diberikan terapi senam
dismenorea ini menunjukan adanya pengaruh senam dismenorea terhadap penurunan
nyeri dismenorea primer pada siswi kelas VIII. Maka hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yaitu Abdominal
Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Dismenorea dan Efektivitas
Senam Dismenorea Dalam Mengurangi Dismenorea.
Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan dalam proses penelitian yaitu
remaja yang menjadi responden tiba-tiba membatalkan untuk ikut berpartisipasi
dalam senam dismenorea sehingga harus mengocok responden yang lain untuk
dijadikan sampel, waktu yang dilakukan untuk pengambilan data menjadi lebih lama
dikarenakan siklus menstruasi yang berbeda-beda, dan pada hari libur sekolah
peneliti tidak melakukan senam di sekolah melainkan di rumah responden dan
harus mengkoordinir responden yang lain untuk melakukan senam di salah satu
rumah responden yang dijadikan sebagai tempat untuk melakukan terapi senam dismenorea.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap
Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung Tahun
2017. Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Rata-rata intensitas nyeri sebelum diberikan
terapi senam dismenorea dari 28 responden yaitu intensitas nyeri sebesar 4,86
yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri sedang,
didapatkan nilai maximum terletak pada skala 10 dan nilai minimum pada skala 2.
2.
Rata-rata intensitas nyeri setelah diberikan
terapi senam dismenorea dari 28 responden yaitu intensitas nyeri sebesar 2,54
yaitu intensitas nyeri dismenorea termasuk kedalam kategori nyeri ringan,
didapatkan nilai maximum terletak pada skala 6 dan nilai minimum pada skala 1.
3.
Terdapat Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap
Penurunan Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung
dibuktikan dengan hasil uji statistik didapatkan Intensitas Nyeri yaitu nila P Value < α =0,001 (α=0,005). Hal
ini dapat disimpulkan ada Pengaruh Senam Dismenorea Terhadap Penurunan
Nyeri Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas VIII Di SMPN 9 Bandung Tahun 2017.
1.
Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan
untuk pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai referensi ilmiah yang dapat
dijadikan bahan ajar dalam proses pembelajaran di Lab Skill seperti menerapkan
terapi senam dismenorea sebagai upaya untuk mengurangi nyeri kepada
mahasiswi-mahasiswi yang sedang mengalami dismenorea.
2.
Bagi Remaja Putri Di Sekolah
Mempertimbangkan penggunaan terapi
senam dismenorea sebagai metode terapi non farmakologis dalam mengatasi masalah
nyeri pada saat menstruasi. Dan terapi ini bisa dilakukan seminggu sebelum
menstruasi selama 5 hari berturut-turut dengan waktu 30 menit.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Melihat hasil penelitian ini, maka
diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti terapi non farmakologis yang
lain seperti pengaruhs aroma terapi baik aroma terapi bunga ataupun buah dengan
melakukan pijatan dan lain sebagainya dalam mengurangi nyeri dismenorea.
Aisyiyah. (2015). Gambaran Skala Nyeri Haid Pada
Usia Remaja. Jurnal Keperawatan.
Anurogo, & Wulandari. (2011). Cara jitu
mengatasi nyeri haid. Yogyakarta: C.V ANDI.
Anurogo, & Wulandari. (2011). Cara jitu untuk
mengurangi nyeri haid. Yogyakarta: ANDI.
Baradero, S. M., Dayrit, S. M., & Siswadi, M.
(2006). Klien Gangguan Sistem Reproduksi dan Seksualitas. Jakarta:
EGC.
Benson. (2009). Obstetri ginekologi. Edisi 9.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan.
Bandung: PT Refika Aditama.
Dahlan, M. S. (2012). Besar Sampel Dan Cara
Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Dariyo. (2004). Psikologi perkembangan remaja.
Bogor Selatan: Galia Indonesia.
Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
Doheny dalam Hutahaean. (2010). Konsep dan
Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Fajaryati, N. (2010). Hubungan Kebiasaan Olahraga
dengan Dismenorea Primer Remaja Putri di SMPN 2 Mirit Kebumen. Komunikasi
Kesehatan Vol 3.
Handrawan, H. (2008). Ilmu kandungan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Harahap, D. U. (2013). Pengaruh Senam Dismenore
terhadap Penurunan Nyeri Dismenore pada Remaja Putri di SMA Negeri 1 Baso.
Harlow dalam Mohammad; Sudarti; Fauziah. (2012). Teori
Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Harry dalam Marlinda. (2013). Dipetik 10 2016, dari
Pengaruh senam dismenore terhadap penurunan dismenore pada remaja putri di
Desa Sidoharjo Kecamatan Pati:
http://klikharry.files.wordpress.com/2007/02/1.doc%20+%20endorphin%20+%20dalam%20+%20tubuh
Hurlock, E. B. (2014). Psikologi Perkembangan
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Ismarozi. (2015). Efektifitas senam dismenore
terhadap penanganan nyeri haid primer pada remaja.
Istiqomah. (2009). Dipetik 10 2016, dari Efektivitas
dismenore dalam mengurangi dismenore di SMUN 5 Semarang:
eprint.undip.ac.id/9253/
Judha, Sudarti, & Fauziah. (2012). Teori
Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kadek, Surinati, & Mastini. (2014). Hubungan
dismenore dengan aktivitas belajar.
Kelly, & Tracey. (2007). Rahasia Alami
Meringankan Sindrom Pramenstruasi. Jakarta: Erlangga.
Khamzah, S. N. (2015). Tanya Jawab Seputar
Menstruasi. Yogyakarta: Flashbooks.
Laila, N. N. (2011). Buku pintar menstruasi.
Jogjakarta: Buku Biru.
Manuaba. (2008). Kapita selekta penatalaksanaan
rutin obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.
Marlinda, R. (2013). Pengaruh Senam Dismenorea
Terhadap Penurunan Dismenorea Pada Remaja Putri Di Desa Sidoharjo Kecamatan
Pati.
Marwoto. (2008). Dipetik 12 20, 2016, dari
Pengenalan macam-macam senam dan manfaatnya: http://eprints.undip.ac.id
Milton, 1999 dalam Notoatmodjo. (2014). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Morgan, & Hamilton. (2009). Obstetri dan
Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta: EGC.
Nasir, A., Muhith, A., & Ideputri, M. E. (2011).
Buku Ajar. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Notoatmodjo. (2014). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). konsep dan penerapan metodelogi
penelitian ilmu keperawatan: pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Omidvar, S. (2012). Characteristics and Determinants
of Pimary Dysmenorhea in Young Adults . American Medical.
Perry, & Potter. (2005). Buku ajar
fundamental keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik, Vol. 2 Alih Bahasa.
Editor Monika Ester Dkk. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. (2007). Ilmu Kandungan.
Jakarta: YBP-Sp.
Properawati, S., & Misaroh, S. (2009). Menarche
menstruasi pertama penuh makna. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rahayu. (2013). Efektifitas senam dismenore dalam
mengurangi dismenore pada mahasiswa program studi D III kebidanan.
Riyanto, A. (2011). Pengolahan dan Analisis Data
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rumini, Sundari, & dkk. (2004). Perkembangan
anak dan remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwono, S. (2010). Psikologi Remaja.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saryono, A. S. (2011). Metodologi Penelitian
Kebidanan DIII, DIV, SI dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sigit, P. N. (2010). Konsep dan Proses
Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya.
Jakarta: CV. SAGUNG SETO.
Sugani, & Priandarini. (2010). Cara Cerdas
Untuk Sehat. Jakarta: Transmedia.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif,
kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumaryanti dalam Solihatunisa. (2012). Pengaruh senam
terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada Mahasiswi Program
Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan
Nyeri. Jakarta: EGC.
Tarigan, B. D. (2013). Pengaruh Abdominal
Stretching Exercise Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi (Dismenorea) Pada
Remaja Putri Di SMA Kartika Surabaya.
Tiran, D. (2009). Kamus Saku Bidan. Jakarta:
EGC.
Trianingsih, N. W. (2016). Efektivitas Perbedaan
Efektivitas Terapi Akupresure Dan Muscle Stretching Exercise Terhadap
Intensitas Nyeri Pada Remaja Putri Dengan Dismenorea.
Winkjosastro. (2008). Ilmu Kandungan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yusuf. (2009). Psikologi perkembangan anak dan
remaja. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.